BPK NTB tetap meminta pemprov untuk mengevaluasi kinerja dan penggajiannya. Nasir mengaku terkejut, ketika mengetahui fakta puluhan staf khusus digaji sebesar Rp 4 juta-Rp 5 juta. Angka tersebut dinilai tinggi bila dibandingkan dengan gaji tenaga Non-ASN lainnya.
Baca juga:
KNPI Harus Tahu Diri dan Mampu Memberdayakan Diri dan Mengakar
“Untuk gaji mereka saja dalam setahun bisa menghabiskan APBD lebih dari Rp 2 miliar,” tegasnya.
Karena itu, dirinya mendukung apabila Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi mengeluarkan kebijakan untuk mengatur stafsus Menurutnya, keberadaan mereka perlu ditinjau ulang, apakah saat ini masih relevan atau tidak.
Di masa pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode 2018-2023, pembentukan stafsus sangat identik dengan balas jasa. Kebijakan itu untuk menampung tim sukses selama Pilkada tahun 2018 lalu. Sehingga kerap disinggung banyak pihak, bahwa keberadaan staf khusus memiliki unsur politis yang kuat.
Baca juga;
Lain halnya dengan pemerintahan yang dijalankan Pj gubernur. Secara aturan, seseorang yang menduduki jabatan tersebut, tidak diusung partai politik, tidak juga melalui proses pemilu, tetapi ditunjuk Presiden Joko Widodo.
“Kalau Pj gubernur kan nggak ada istilah balas jasa, karena mereka tidak punya tim sukses. Ini penunjukkan. Makanya staf khusus yang ada sekarang ini, kami diminta untuk mengevaluasinya,” terang Nasir.
Bahkan dari berbagai media di kabarkan salah seorang mantan staf khusus gubernur tahun 2018-2020 DSU, mengaku jika dirinya pernah menjadi staf khusus dengan gaji sekitar Rp6 juta per bulan. dilansir laman beritantb.co.id
Aktivis yang juga menjadi salah satu ketua partai di NTB itu, direkrut sebagai staf khusus di bagian politik bersama 5 orang rekannya. Mereka berada dalam satu Tim Kajian Strategis NTB Bidang Politik. Keseluruhan jumlah stafsusnya sebanyak 41 orang yang tersebar di sejumlah perangkat daerah.
Baca juga;
Seminar Kedirgantaraan Melibatkan Industri dan UMKM NTB, PJ Gubernur NTB Mendukung Penuh
Sementara dari salah satu Politisi asal Lombok Timur ini yang dilansir melalui Poroslombok.com Mengurai bagaimana wujud birokrasi selama era pemerintahan Zul-Rohmi yang disebutnya kacau balau. Antara lain dengan banyaknya staf khusus yang diangkat oleh Zul-Rohmi, yang berada di SKPD lingkup Pemprov NTB. Jumlah staf khusus yang lebih dari 40 orang kata TGH Najam, tidak pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
Sebagai pejabat yang netral dan independen, maka Penjabat Gubernur NTB kata TGH Najam, harus memberhentikan seluruh Staf Khusus ini. Apalagi, keberadaan mereka kini sudah menjadi temuan dan sedang ditelisik oleh Badan Pemeriksa Keuangan, mengingat jumlah anggaran daerah yang dikeluarkan untuk membayar gaji seluruh staf khusus ini sangat besar. Bisa mencapai Rp 2,5 miliar setahun. Sementara hasil kinerja dan kemanfaatan mereka sama sekali tidak jelas dan tidak terukur.
” Hanya di pemerintahan Zul-Rohmi ini ada Staf Khusus yang seabrek-abrek. Karena itu, kita suarakan agar Penjabat Gubernur NTB mengevaluasi dan memberhentikan Staf Khusus tersebut,” tegasnya.
Bukti berikutnya yang disodorkan TGH Najam bagaimana ambudarulnya birokrasi NTB lima tahun terakhir adalahnya apa yang disebutnya terlalu banyak ”Naturalisasi Pegawai”. Pemerintahan Zul-Rohmi kata TGH Najam, telah membuat jajaran birokrasi Provinsi NTB benar-benar bekerja dengan tidak nyaman. Sebab, Zul-Rohmi mendatangkan begitu banyak pegawai dari kabupaten/kota. Bahkan, kata politisi Partai Amanat Nasional ini, banyak di antara para pegawai itu yang hanya staf di kabupaten/kota, namun tiba-tiba malah menjadi pejabat eselon III di Provinsi NTB.
(*).