Tradisi Perang Sarung Telah Berubah Menjadi Tindak Kriminalitas

Masalahnya, ia mengungkapkan, remaja ini usia tanggung, bukan anak-anak yang masih hari-harinya bergantung orang dewasa.

“Remaja memiliki ikatan yang sangat kuat dengan lingkungan sosial teman sebaya. Kehidupan sehari-harinya menuntut remaja untuk lebih banyak hidup bersama teman mereka, seperti di sekolah yang menghabiskan waktu sangat panjang saat waktu-waktu prima,” paparnya.

Untuk itu, Endiyah menyatakan, selain media sosial, keluarga dan lingkungan pergaulan adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan negara.

“Kontribusi sistem pendidikan dalam membangun dan mengukuhkan karakter remaja sangat dominan. Kurikulum pendidikan sangat menentukan pembentukan desain pola pikir dan pola sikap remaja,” tukasnya.

Oleh karenanya, Endiyah sangat menyesalkan penerapan kurikulum moderasi beragama yang justru menjauhkan generasi dari akidah Islam sebagai asas pemikiran dan kaidah amal suatu perbuatan.

“Kurikulum moderasi mencetak sosok pelajar berpikiran liberal, individualis, dan mengabaikan standar halal-haram dalam kehidupan. Kurikulum moderasi beragama sebenarnya wajah baru dari kurikulum sekuler yang telah banyak dikritik,” ulasnya.


Arah Pembangunan SDM

Selain itu, Endiyah mengungkapkan telaahan terhadap aspek yang lebih strategis, yakni terhadap arah dan model pembangunan SDM yang penting dilakukan.

“Ini tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023 pada PN 4 Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan. Tampak, agama tidak dijadikan sebagai asas dalam membangun manusia. Agama justru diposisikan sebagai bagian dari budaya. Tentu ini sangat bertentangan dengan Islam,” kritiknya.

Padahal, ia mengingatkan, agama itu bersumber dari wahyu, sedangkan budaya adalah produk akal manusia sehingga Islam memberikan konsep amal perbuatan manusia itu harus terikat dengan syariat, benar salah tinjauannya adalah Al-Qur’an dan Sunah.

“Apalagi, selain harus benar, amal manusia pun harus dihiasi dengan akhlak mulia. Akhlak bukan sekadar nilai moral yang sanksinya sosial. Akhlak bagian dari syariat yang membawa konsekuensi pahala dan dosa. Dimensi amal perbuatan manusia bukan hanya duniawi, tetapi sekaligus berorientasi akhirat,” jelasnya.

Endiyah menggambarkan, output pembangunan manusia dalam Islam adalah generasi yang memiliki ketakwaan yang tinggi, memiliki kendali atas diri yang berasal dari iman yang kokoh, pribadi yang bertanggungjawab, dan memiliki profil generasi cemerlang.

“Jadi sebenarnya pembangunan manusia seharusnya bertujuan membentuk manusia berkepribadian sahih, serta cara berpikir dan cara bersikap distandarisasi oleh syariat yang bersumber dari wahyu,” tuturnya.

Dengan demikian, ia berharap, pemerintah mendesain ulang dan mengubah secara totalitas model pembangunan manusia Indonesia.

“Mayoritas generasi negeri ini adalah generasi muslim, maka seharusnya desain pembangunan yang diadopsi negara adalah pembangunan manusia dalam sistem Islam,” pungkasnya.

Sumber artikel: Muslimahnews.