Padahal dasar transaksi yang diajukan penggugat adalah surat kuasa jual atas nama para ahli waris yang diduga dipalsukan.
Pembelian yang diklaim dengan harga jauh di bawah NJOP, seharusnya Rp700.000/m2, namun hanya dibeli dengan harga Rp300.000/m2. Sehingga keseluruhan nilai jual sebesar Rp14 miliar.
“Dari sanggahan yang kami sampaikan di mana letak itikad baik yang dilakukan penggugat. Justru yang dilakukan perbuatan melanggar hukum,” ujar Hayono Isman.
Atas putusan tersebut Hayono Isman dan keluarga besarnya mengajukan banding
Kemudian pada tanggal 5 September 2024 pada tingkat Pengadilan Tinggi Bandung penggugat kembali dimenangkan dengan nomor putusan 489/PDT//2024/PTBdg.
Dalam putusan banding ini majelis hakim tidak mempertimbangkan sedikit pun fakta hukum yang didalilkan tergugat, karena hanya dianggap sebuah pengulangan.
Padahal tergugat melakukan pembelaan dengan dasar pemalsuan tanda tangan para ahli waris.
“Seharusnya hakim sudah memahami apabila ada pembelian tanpa melalui proses notaris, PPAT dan tidak membayar pajak saja sudah salah. Apa lagi ada pemalsuan tanda tangan ahli waris,” ungkap Hayono Isman