Renungkan !! Semakin Lama Berkuasa Semakin Mabuk & Berat Melepaskannya

Padahal kekuasaan jelas menjadi alat untuk menegakkan keadilan, mendorong kebaikan dan memberantas kejahatan. Seorang pemimpin bukan sekedar untuk mendapatkan jabatan, kehormatan dan kekuasaan. Pemimpin yang amanah berperan aktif dalam perumusan perbaikan, pengembangan, dan perwujudan hukum Tuhan bagi seluruh umat manusia.

Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah bagian dari perintah syariat dan menjadi potensi ladang amal kebaikan yang pahalanya sangat besar. Karena pentingnya fungsi kekuasaan, Islam memberikan perhatian khusus. Dalam Al-Qur’an, dikatakan hanya penguasalah yang menduduki posisi penting setelah Allah dan Nabi Muhammad SAW untuk ditaati.

_”Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu” (Surah an-Nisa, (4): 59)_

Kenapa hal ini mendapatkan perhatian khusus dalam Islam? Karena seorang pemimpin diharapkan dapat mendorong, mengajak serta memberi contoh kebaikan. Sebaik-baik pemimpin adalah yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran.

Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad SAW mengatakan “Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaknya dia mengubah dengan tangannya, jika tidak sanggup maka hendaklah dengan lisannya, jika tidak sanggup maka hendaklah melalui penolakan hatinya” (HR Muslim).

Allah memberikan kehormatan bagi seorang Pemimpin, dan sebaliknya murka kepada pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaannya. Fira’un hanya salah satu contoh berlakunya kemurkaan Allah.  Kisah yang sama juga dialami Mustaf Kemal Ataturk yang di akhir hayatnya, mengalami kematian tragis, mulai dari penyakitnya yang aneh, hingga jasadnya yang tidak diterima bumi.

Meski simpang siur tentang akhir hayatnya, kematian Kemal Ataturk dijadikan contoh nasib tragis pemimpin yang zholim.  Mustafa dikenal berperangai kasar dan berambisi kuat memimpin negara. Setelah berkuasa, dia menghancurkan Islam di Turki dan mengeliminasi sesuatu yang berbau Islam di negara itu. Kesombongan yang akhirnya dibayar mahal olehnya.

Firaun, Kemal Ataturk dan banyak pemimpin zholim lainnya bukanlah orang-orang bodoh yang kebetulan menjadi pemimpin. Kecerdasanlah yang mengantar mereka menjadi pemimpin. Mereka hanya terlalu gengsi kehilangan kekuasaan. Bagi mereka kehilangan kekuasaan, berarti kehilangan pengakuan, runtuhnya kehormatan, dan hilangnya kewibawaan serta lenyapnya harta kekayaan.

Gengsi kekuasaan membodohi fikiran sendiri. Menutupi segala kekurangan diri. Alih-alih mundur jika gagal atau berhenti pada masanya, para pemuja kekuasan akan terus mencari jalan melancarkan jalannya untuk tetap berkuasa. Untuk hal ini, mereka mengorbankan segala cara termasuk menggadaikan masa depan orang-orang yang dipimpinnya.

Seperti yang di kutip melalui laman Kompasiana.com. Bahwasnua, Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely._ Pernyataan  Lord Acton, seorang sejarawan Inggris pada akhir Abad ke-19 terbukti hingga di jaman pemerintahan modern saat ini. Ada tujuan terselubung dibalik keinginan berkuasa lebih lama, yakni korupsi, kolusi dan nepotisme.