Proses penambahan kuota Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) tahap I 2024 menuai kontroversi setelah beberapa peserta mengeluhkan ketidakjelasan dan inkonsistensi dalam pengumuman hasil seleksi.
Beberapa pelamar yang awalnya menerima email kelulusan mendadak diberitahu bahwa mereka tidak lolos seleksi, menambah kekecewaan di kalangan peserta yang telah melewati tahap wawancara.
Pada rapat dengar pendapat (RDP) antara Menteri Pendidikan dan DPR RI, disebutkan bahwa semua pelamar yang mencapai tahap wawancara akan diluluskan, namun kenyataannya menunjukkan ketidaksesuaian dengan pernyataan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan konsistensi dalam proses seleksi.
Salah satu peserta yang tidak lolos dalam penambahan kuota BPI menyampaikan keluhannya melalui grup WhatsApp. Dalam situasi ini, perasaan campur aduk antara rasa syukur dan ketidakadilan seringkali muncul, terutama bagi mereka yang telah berjuang keras dalam perjalanan pendidikan dan pengorbanan pribadi.
Terkait penambahan kuota tahap satu yang kurang dari 400 orang dan perbedaan perlakuan antara peserta yang sudah on progress dengan yang defer, hal ini bisa jadi merupakan bagian dari kebijakan BPI yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut, khususnya terkait kesetaraan akses terhadap bantuan pendidikan.
Banyak mahasiswa yang telah melangkah jauh dalam pendidikan mereka, mengorbankan waktu, uang, dan pekerjaan, untuk bisa melanjutkan kuliah. Sementara itu, mereka yang baru saja defer dan belum memulai kuliah mungkin belum merasakan pengorbanan yang serupa, meskipun mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan kesempatan yang sama.
Kebijakan seperti LPDP yang memungkinkan defer bisa menjadi contoh dalam mempertimbangkan kebutuhan khusus dalam situasi ini. Hal ini penting agar mahasiswa yang sudah berkorban tetap bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.