PERINGATAN! Prediksi Terjadinya Gempa Megathrust di Indonesia?

BMKG Gempa Malam ini, 25 Januari 2024, Wilayah Kota Mataram NTB
Ilustrasi.

Lpkpkntb.com – Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan soal potensi gempa di dua zona megathrust yang dapat memicu tsunami. Kapan sebetulnya prediksi terjadinya gempa megathrust di Indonesia?
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, sebelumnya merilis pernyataan yang menyebut bahwa gempa di dua megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu.

Yakni, Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Keduanya sudah lama tak melepaskan energinya. CNN Indonesia. Minggu (18/8).

Merujuk Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen megathrust itu terakhir kali gempa lebih dari dua abad silam.
Megathrust Selat Sunda, yang punya panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun, tercatat pernah ‘pecah’ pada 1699 dan 1780 dengan Magnitudo 8,5.

Megathrust Mentawai-Siberut, dengan panjang 200 km dan lebar 200 km, sertaslip rate 4 cm per tahun, pernah gempa pada 1797 dengan M 8,7 dan pada 1833 dengan M8,9.

Dua megathrust yang ‘tinggal menunggu waktu’ itu masuk dalam zona seismic gap, yakni zona sumber gempa potensial tapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diduga sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan/stress kerak Bumi.

Lantas, kapan prediksi terjadinya gempa megathrust di Indonesia?
Megathrust merupakan pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi di zona subduksi, yakni titik di mana satu lempeng meluncur ke bawah lempeng lain, yang biasanya ada di lautan. Bahaya utama dari megathrust adalah gempa besar dan tsunami raksasa.

Meski demikian, para pakar dari luar maupun dalam negeri, mengatakan bahwa gempa yang bersumber dari megathrust sampai saat ini belum bisa diprediksi.

Daryono, dalam cuitannya di X, menegaskan meski gempa dari dua megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu, hal tersebut bukan berarti kejadiannya dapat diprediksi.

“Karena kejadian gempa memang belum dapat diprediksi, sehingga kami pun tidak tahu kapan akan terjadi. Kami katakan ‘menunggu waktu’ hal itu karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah release (tinggal segmen tersebut yang belum lepas),” urai Daryono.
Daryono juga mengatakan ‘tinggal menunggu waktu’ itu bukan berarti gempa mau terjadi dalam waktu dekat.

“Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian,” kata Daryono.

“‘Tinggal menunggu waktu’ bukan berarti segera akan terjadi dalam waktu dekat,” lanjut Daryono, mengklarifikasi kegaduhan tersebut, dalam unggahan di X.

Pasalnya, kata dia, belum ada teknologi yang bisa memprediksi gempa. Pihaknya cuma mewaspadai dua segmen megathrust di atas yang belum juga melepaskan gempanya.
Pakar geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas juga mengungkap hal serupa. Ia menjelaskan kondisi megathrust yang ada di dasar lautan sangat kompleks.

“Kalau memprediksi waktu tepatnya itu tidak ada yang bisa, atau mungkin belum ada yang bisa, karena sangat kompleks,” jelas Heri.

Kendati begitu, Heri mengatakan gempa memiliki sebuah siklus yang terjadi setiap ratusan tahun sekali. Misalnya, untuk zona megathrust di Sumatera dan Jawa, menurutnya ada gempa yang memiliki siklus setiap 200 hingga 250 tahun sekali.

“Setelah perulangan 200-an tahun, tidak tepat 200 tahun, 225 atau 230 tahun, itu bisa terjadi kembali, karena gempa itu bersiklus,” tuturnya.