lpkpkntb. Isi dari Surat Edaran (SE) No 821/5292/SJ tanggal 14 September 2022 yang membolehkan Pelaksana Tugas (Pt), Penjabat (Pj), maupun Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Daerah tanpa persetujuan tertulis.
Mendagri melakukan mutasi atau pemberhentian ASN bila melanggar disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum diduga mempunyai motif politik rekayasa Pemilu 2024.
“Menteri Dalam Negeri Jenderal (Purn) Tito Karnavian yang mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 821/5292/SJ tanggal 14 September 2022 mempunyai Motif politik itu tidak bisa dilepaskan dari persiapan, termasuk rekayasa, untuk Pemilu tahun 2024,” Pemerhati Politik dan Kebangsaan M Rizal Fadillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (18/9/2022).
Kata Rizal, Surat Edaran Mendagri ini menjadi bagian dari bangunan otoritarian karena pertama, kewenangan besar Pt, Pj, dan Pjs adalah pemberian otoritas berlebihan bagi mereka yang hanya berstatus sebagai pejabat “sementara”.
Berbekal Surat Edaran Kepala Daerah “sementara” dapat berbuat sewenang-wenang. Untuk Kepala Daerah definitif saja masih ada pembatasan kewenangan dan pengawasan kuat dari Mendagri.
“Kedua, kewenangan “tanpa persetujuan tertulis” membuka peluang “konsultasi” atau “persetujuan tidak tertulis” atau “instruksi bisik-bisik” Mendagri kepada Kepala Daerah yang ditunjuknya itu. Ini konsekuensi dari Pt, Pj, atau Pjs Kepala Daerah yang dipastikan adalah “orang-orangnya Mendagri’,” ungkapnya.
Ketiga, Surat Edaran (SE) bukanlah peraturan perundang-undangan karenanya hanya instrumen administrasi yang bersifat internal. Mutasi apalagi pemberhentian ASN adalah tindakan hukum yang harus berbasis pada peraturan perundang-undangan.