Indonesia memiliki visi besar yaitu mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencetak generasi yang unggul dan berdaya saing adalah dengan pendidikan yang berkualitas. Namun jauh di pelosok negeri, terdapat sebuah kenyataan yang sering luput dari perhatian yaitu keadaan pendidikan yang jauh dari kata ideal.
Saat Pendidikan di kota kota besar menikmati sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. Guru di pelosok menghadapi kenyataan yang serba terbatas. Namun di balik keterbatasan tersebut, tersimpan sebuah harapan yang besar untuk mengubah masa depan generasi yang akan datang.
Menjadi pendidik didaerah pelosok bukanlah hal yang mudah, dimulai dari akses menuju sekolah yang sulit bahkan menjadi tantangan bagi para pendidik. Melibatkan perjalanan yang tidak hanya melelahkan secara fisik, namun juga menimbulkan resiko. Tidak sedikit pendidik yang harus jalan kaki, menyusuri jalan yang licin saat musim hujan, atau melewati jalur yang berlumpur yang hanya dapat dilalui oleh motor yang kerap mogok dalam perjalanan ketika berada ditengah hutan lebat yang jauh dari keramaian. Terlebih lagi saat musim hujan tiba, di daerah pegunungan yang membuat sungai meluap sehingga menutup jembatan sebagai akses satu-satunya menuju sekolah. Akibatnya pendidik perlu menunggu airnya surut atau menerjang air banjir ketika debit air sudah mulai berkurang.
Baca:Hari Guru Nasional: Peran Pendidik dalam Mewujudkan Pendidikan Berkualitas untuk SDGs
Belum lagi sekolah yang berada di kepualauan yang harus menggunakan kapal/perahu untuk sampai ditempat tugas. Perjanalan seperti ini bukan hanya menghabiskan tenaga tetapi membutuhkan mental yang kuat layaknya baja.
Pada beberapa tempat kondisi fisik bangunan sekolah juga cukup memprihatinkan. Meja dan kursi yang tersedia juga dalam keadaan kurang baik. Belum lagi ada sekolah yang tidak memiliki komputer dan juga internet. Sehingga siswa yang berasal dari daerah pelosok harus menumpang ke sekolah lain di kota yang memiliki fasilitas memadai untuk dapat mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer. Jika kondisi sekolah seperti ini, lantas bagaimana kita bisa berbicara tentang pendidikan digital?.
Selain sarana dan prasarana, minimnya sumber daya manusia di pelosok juga menjadi kendala yang besar. Banyak orang tua yang belum memahami dengan baik betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak mereka.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan orang tua dan desakan kebutuhan ekonomi sehingga menempatkan pendidikan sebagai satu kebutuhan yang tidak mendesak. Sebagai contoh saat musim tanam dan panen tiba, bagi beberapa keluarga yang berada di pelosok, tangan tangan kecil anak dipandang lebih berguna untuk ikut membantu orang tua di ladang daripada menghabiskan waktu dikelas. Hal ini diperburuk lagi dengan pandangan yang menganggap pendidikan tidak penting, membuang-buang biaya, dan tidak menjamin untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Minimnya kesadaran ini menyebabkan kehadiran siswa disekolah menjadi rendah.
Page: 1 2
Polresta Mataram berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap seorang pejabat penting di Dinas Pendidikan…
Lalu Ibnu Hajar Ketua Umum DPP Ormas Sasaka Nusantara NTB Investigasi Proyek Pembangunan Jembatan Penghubung…
Berita mengenai "Gunung Emas" di Arab Saudi telah menarik perhatian banyak orang, terutama yang mengaitkannya…
Terkait dugaan jual beli proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) yang muncul tuntutan dari sejumlah pihak…
Luwu Utara - Ratusan rumah di Kecamatan Malangke terendam banjir ketinggian Bervariasi hingga mencapai satu…
Pada tahun 2025, rincian lengkap mengenai gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah…