Memang agak menjengkelkan menghadapi orang yang merasa paling benar.
6. Tetap Pertahankan Argumen
Mungkin kita memang selalu ingin mempertahankan sudut pandang di hadapan lawan.
Namun, tidak bisa begitu kalau berhadapan dengan orang yang merasa paling benar. Jadi, tetap bersikap tenang agar situasi tidak memanas.
Sampaikan kalau Moms akan melanjutkan diskusi lagi nanti. Kemudian, kembalilah saat kalian berdua sudah tenang.
Tunjukkan kecerdasan emosional ya agar bisa jadi contoh baginya tentang bagaimana sebaiknya dirinya bersikap.
7. Jangan Langsung Judge
Karena, orang yang antisosial pun sebenarnya nisa merasakan apa yang orang lain pikir dan rasa tentang dirinya.
Pada akhirnya, ia pun dapat memanipulasi mereka. Begitu pula dengan orang paranoid, ia sangat peka dengan perasaan dan motivasi orang-orang di sekitarnya.
Jadi, kalau Moms mengira lawan bicara mengidap narsitistik karena ia egois dan melihat berbagai hal hanya dari sudut pandangnya, bisa saja Moms salah.
Gangguan kepribadian itu tidak selalu berkaitan dengan ketidakpekaan emosional.
Coba refleksi diri dan mengakui bahwa terkadang Moms juga bisa salah.
8. Mengalah Bukan Berarti Kalah
Moms perlu memahami kalau orang yang merasa paling benar memang memiliki kecerdasan emosional yang kurang.
Jadi, cobalah untuk lebih terbuka dalam menyampaikan apa yang Moms rasakan terhadapnya biar dia bisa memahami dirinya kurang peka secara emosional.
Lalu, daripada terus berseteru, mengapa tidak coba temukan kesamaan di antara kalian?
Biasanya saat seseorang menemukan kesamaan dalam beberapa hal, misalnya hobi dengan orang lain, hal ini bisa membawa mereka kepada hubungan yang lebih baik.
Moms, sebisa mungkin untuk hindari sifat merasa paling benar, ya. Sebab sejatinya manusia tidak akan luput dari kesalahan.
Ada jutaan orang di luar sana yang selalu merasa rendah hati saat memiliki kemampuan yang mungkin lebih berlimpah dari apa yang kita miliki.
Jadi, selalu rendah hati dan berusaha untuk menghargai orang lain ya, Moms!
Penelitian baru yang dilakukan terhadap aspek kecerdasan emosi dan gangguan kepribadian menunjukkan bahwa orang-orang dengan jenis sifat tertentu cenderung tidak memiliki ke-sadaran interpersonal yang di-perlukan untuk mengendalikan impuls over-control mereka. Marta Krajniak dan Fairleigh Dickinson telah melakukan studi dengan menggunakan kuesioner tentang hubungan antara gejala gangguan kepribadian dan ke-cerdasan emosional dengan me-milih mahasiswa tahun pertama sebagai sampelnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor kepribadian yang dapat mem-prediksi kemampuan penyesuaian diri terhadap transisi per-kuliahan yang mereka hadapi. Meskipun penelitian Marta terfokus secara khusus pada isu-isu yang berkaitan dengan kemampuan adaptasi pada mahasiswa di perguruan tinggi, namun temuan mereka mem-berikan masukan yang menarik tentang cara orang-orang yang mencoba mendominasi orang lain dengan memaksakan pan-dangan mereka sendiri tentang berbagai hal, yang tentu sajadapat menyulitkan semua orang,termasuk diri mereka sendiri.
Tim peneliti Fairleigh Dickinson menggunakan ukuran standar untuk menilai kecerdasan emosional sebagai sifat, atau disposisi abadi. Dengan demikian, mereka mendefinisikan kecerdasan emo-sional sebagai “kemampuan individu untuk mengalami, meng-hadiri, memproses, memahami, mengatur, dan beralasan tentang informasi yang sarat dengan muatan dalam diri mereka sendiri dan orang lain.” Dengan kata lain, orang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi harus mampu menyesuaikan perilakunya dengan orang-orang lain dalam lingkungannya. Berdasarkan temuan ini, maka orang-orang yang selalu menganggap dirinya paling benar merupakan tanda pasti bahwa mereka tidak memiliki kecerdas-an emosi yang baik. dikutip laman yoursay.id
Kemudian, masalah Kecerdasan Emosional Hasil penelitian Marta Krajniak dan Fairleigh Dickinson me-nemukan satu bukti bahwa , individu yang memiliki kecerdas-an emosional tinggi, akan lebih mampu menyesuaikan diri. Individu dengan gangguan kepribadian, akan cenderung menjadi “tidak fleksibel dalam menginterpretasi dan menaggapi setiap situasi.” Jika individu dengan gangguan kepribadian, namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, ia mungkin dapat mengatasi berbagai tantangan adaptasi dengan mereduksi sendiri kelemahannya.
Gangguan Kepribadian dan Kepekaan Interpersonal Anda mungkin berpikir bahwa memiliki gangguan kepribadian akan otomatis tidak memiliki kepekaan interpersonal. Namun, fakta membuktikan bahwa pendapat anda tidak benar. Individu dengan kepribadian antisosial, bahkan sangat mampu untuk memanipulasi hubungan interpersonalnya. Seseorang yang memiliki sifat-sifat gangguan kepribadian paranoid yang tinggi dapat sangat selaras dengan motivasi dan perasaan orang-orang yang mereka yakini akan mencoba mengambil keuntungan dari mereka. Kiat Menghadapi Orang yang Selalu Menganggap Diri Paling Benar Individu yang suka memaksakan sudut pandangnya sendiri pada orang lain, sebenarnya tidak cukup memiliki kecerdasan emosional.
9.Jangan Terbawa Suasana
Terkadang, melihat orang yang bersikeras merasa dirinya tidak pernah salah, membuat kita yang mendengarnya ingin sesekali membalas ucapan-ucapannya. Namun, biasanya orang tersebut tidak akan bisa mengalah, karena yang dia rasa, dialah yang paling benar.
Terdengar memang menjengkelkan, tapi kita sebagai yang lebih waras harus bisa tenang dan biarkan saja apa yang si paling benar ucapkan. Jangan terbawa suasana yang sebenarnya bisa saja terjadi perdebatan jika kita saling keras kepala dan merasa paling benar. Sebaiknya memang harus sabar menghadapi orang semacam itu.
10. Kurangi Komunikasi Dengannya
Kalau punya teman yang hobinya merasa jadi si paling benar, sepertinya tidak masalah jika kamu tidak ingin terlalu dekat dengannya. Percuma saja jika berbicara dengan orang yang merasa dirinya paling benar. Jadi, boleh-boleh saja kalau kamu tidak perlu terlalu mendengarnya berbicara.
Biarkan saja si paling benar berbicara, kamu sendiri juga pasti tahu kalau yang dibicarakan olehnya sebenarnya tidak semua benar. Namun, karena namanya juga orang yang tidak ingin kalah, pasti mau kamu mengucapkan apa saja dengannya, ya dialah yang merasa paling benar. Memilih jaga jarak dengan si paling benar, itu bisa jadi salah satu cara untuk menyikapinya.
11. Beritahu Sudut Pandang yang Berbeda Darinya
Mungkin ini salah satu pilihan yang sedikit berbeda. Jika kamu sedang berbicara dengan si paling benar, cobalah sebelumnya kamu diharapkan untuk tidak emosi. Misalkan saja, si paling benar ini terus membicarakan satu hal, dia merasa dari sudut pandangnya sendiri itu selalu benar dan dia yakin bahwa dirinya tidak pernah salah. Padahal, menurut kamu, dia tidak sepenuhnya benar. Dari sinilah kamu boleh membalas perkataannya dari sudut pandang yang berbeda, tapi harus jaga emosimu.
Ingat ya, jangan sampai terjadi pertengkaran hanya karena kamu ingin berbicara dengan si paling benar ini. Cobalah, untuk kamu memberitahukan sudut pandang yang berbeda dari dirinya. Mungkin jika sudut pandang dia, dia merasa benar, coba kalau kamu memberitahu dari sudut pandang yang lain, bisa saja ada orang lain yang lebih benar darinya. Walau nanti respons dia tidak akan menerima begitu saja tentang sudut pandang yang berbeda dari dirinya.
Memang sulit berbicara dengan orang yang semacam ini, bagi kita hal yang benar itu tidak selamanya berpihak pada kita, ada kalanya kita memang salah dan harusnya kita menerima kesalahan itu. Jangan jadi orang si paling benar. (*)