lpkpkntb.com – Peredaran narkoba makin mengkhawatirkan. Tidak hanya khalayak umum, aparat yang seharusnya menjadi penegak hukum pun tidak luput dari jerat narkoba. Tidak hanya mengonsumsi, para penegak hukum ini juga bermain di bisnis narkoba. di kutip laman muslimahnews./2023/04/1
Berdasarkan laporan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), ada 106 peristiwa terkait narkoba yang melibatkan 178 anggota Kepolisian RI (Polri) sepanjang 2019—2022. Wakil koordinator Bidang Advokasi KontraS Tioria Pretty Stephanie menyatakan bahwa kasus-kasus tersebut tersebar di 25 Provinsi di Indonesia.
Tioria menjelaskan bahwa 178 pelaku tersebut terdiri dari 107 anggota Polres, 47 anggota Polda, dan 24 anggota Polsek. Para pelaku memiliki berbagai peran, yaitu pemakai, bandar, pengedar hingga bisnis keamanan narkoba.
Sebanyak 58 orang menjadi pemakai, 49 orang pengedar, 18 orang bandar, 15 orang penjual, 13 orang membebaskan pelaku narkotika, 13 orang kurir, 10 orang pemilik, dan 2 orang memiliki bisnis keamanan narkotika.
KontraS juga menemukan tren peningkatan peristiwa narkotika yang melibatkan anggota Korps Bhayangkara tiap tahunnya. Pada tahun 2019 ada 21 peristiwa, tahun 2020 naik jadi 26 peristiwa, tahun 2021 sebanyak 27 peristiwa, tahun 2022 naik jadi 32 peristiwa, dan tahun 2023 meningkat tajam menjadi 106 kasus.
Kasus narkotika yang melibatkan anggota Polri yang paling menyedot perhatian masyarakat adalah yang melibatkan mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Teddy Minahasa. Teddy Minahasa didakwa turut memperjualbelikan barang bukti sabu-sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak lima kg. Kasus tersebut juga melibatkan anggota Polri yang lain yaitu mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, dan Aiptu Janto P. Situmorang.
Kasus terjadi pada 14 Mei 2022 ketika Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti berupa sabu seberat 41,387 Kg. Teddy Minahasa, yang saat itu menjabat kapolda Sumatra Barat memerintahkan Dody untuk menukar sabu dengan tawas sebanyak 10 kg, tetapi disanggupi 5 kg. Selanjutnya sabu tersebut dijual (CNN Indonesia, 29-3-2023).
–
Hukum Bobrok
Temuan KontraS mengonfirmasi pernyataan gembong narkoba Freddy Budiman pada 2014. Pada pertemuan dengan Haris Azhar di Nusakambangan, Freddy Budiman menyampaikan, “Saya adalah operator penyeludupan narkoba skala besar, saya memiliki bos yang tidak ada di Indonesia. Dia (bos saya) ada di Cina. Kalau saya ingin menyeludupkan narkoba, saya tentunya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang-orang yang saya telepon itu semuanya nitip (menitip harga).”
Fakta keterlibatan aparat kepolisian dalam kasus narkoba menunjukkan bobroknya hukum di Indonesia. Narkoba jelas merupakan barang haram yang tidak boleh dikonsumsi maupun diperdagangkan.
Hukuman bagi para aparat haruslah lebih berat daripada rakyat biasa. Para aparat ini jelas tahu hukum, tetapi mereka mempermainkannya. Mereka yang seharusnya memberantas narkoba, tetapi malah memperdagangkannya. Ketika aparat terlibat memuluskan peredaran narkoba, wajar jika akhirnya kasus narkoba di Indonesia menggila.
Pada 2021 hingga pertengahan 2022, kasus narkoba yang berhasil diungkap sebanyak 55.392 kasus. Perkara narkoba menjadi kejahatan tertinggi kedua setelah pencurian dengan pemberatan. Data BNN menunjukkan bahwa pada tahun 2021 lebih dari 3,66 juta jiwa menjadi pengguna baru narkoba. Mayoritas adalah generasi muda yang berusia 15—35 tahun.
Tampak jelas kerusakan negeri ini akibat narkoba. Generasi muda yang merupakan calon pemimpin negeri ini justru dirusak fisik dan mentalnya oleh narkoba. Potensi pemuda yang harusnya dioptimalkan untuk mewujudkan peradaban emas, justru hilang sia-sia. Bahkan negara harus mengeluarkan anggaran besar untuk rehabilitasi.
Ketika para muda banyak yang dirusak oleh narkoba, jangankan menjadi pemimpin negeri, sekadar mengurusi diri sendiri saja tidak mampu mereka wujudkan. Betapa jahatnya para aparat yang ikut memperdagangkan narkoba. Demi meraih keuntungan pribadi, mereka merusak generasi seantero negeri. Jika sudah demikian, gambaran generasi khairu ummah seolah hanya mimpi.