Kekhalifahan Utsmaniyah berakhir pada 1909 H, dan kemudian benar-benar dihapuskan pada 3 Maret 1924 H. Setidaknya ada tiga sebab yang melingkupi keruntuhan kekhilafahan kebanggaan kaum muslimin ini, antara lain :
Pertama; Kondisi Pemerintahan yang lemah dan kemorosotan akhlak
Penurunan drastis ketakwaan individu menyebabkan akhlak umat mulai merosot. Turki mulai mengalami kemunduran setelah terjangkit penyakit yang menyerang bangsa-bangsa besar sebelumnya, yaitu: cinta dunia dan bermewah-mewahan, sikap iri hati, benci membenci, dan penindasan.
Pejabat pemerintahan terpuruk karena korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk menumpuk harta. Begitu pula rakyat yang terus menerus tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan hidup, meninggalkan pemahaman dan semangat jihad. Fanatik madzhab merebak di mana-mana. Kemudian mencukupkan Imam Madzhab dan timbul opini tertutupnya pintu ijtihad. Sehingga umat kebingungan dan berada dalam keruwetan pada saat menghadapi persoalan-persoalan baru yang terjadi pada umat Islam.
Kedua; serangan militer dari Eropa
Sebelum terjadinya Perang Dunia I yang menghancurkan Turki, upaya penyerangan dari Raja Eropa ke Turki sebenarnya sudah dimulai pada akhir abad 16, di mana saat itu keluar pernyataan yang menyatakan bahwa; ”Sri Paus V, Raja Prancis Philip dan republik Bunduqiyah sepakat untuk mengumumkan perang ofensif dan defensif terhadap orang-orang Turki untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Turki seperti Tunisia, Al-Jazair dan Taroblush.”
Sejak itulah Turki melemah karena banyaknya pertempuran yang terjadi antara mereka dan negara-negara Eropa. Puncak dari semua itu adalah keterlibatan Turki dalam Perang Dunia I pada 2 Agustus 1914 atas rencana busuk dari Mustapa Kamal, dan mengakibatkan Turki kehilangan segala-galanya, di mana militer penjajah akhirnya memasuki Istambul.
Ketiga; gerakan oposisi sekuler dan nasionalis
Selain serangan konspirasi dari luar, Utsmaniyah juga menghadapi tantangan internal berupa Isu Nasionalisme Arab. Orang Arab yang merasa lebih mulia daripada orang Turki karena Islam berasal dari Arab sehingga mereka enggan dipimpin seorang Khalifah yang berasal dari Turki. Hal ini memicu terjadinya separatisme yang semakin menggerogoti kekuatan dan wilayah Utsmani.
Utsmani juga mendapat perlawanan oposisi dari organisasi sekuler dan nasionalis yang sempit, seperti Organisasi Wanita Turki dan Organisasi Persatuan dan Kemajuan yang digawangi oleh Mustafa Kemal.
Dalam perjuangannya, mereka banyak bekerja sama dengan negara Eropa untuk mewujudkan keinginan mereka menghilangkan kekhalifahan. Puncaknya apa yang terjadi pada tahun 1909 H, dengan dalih gerakan mogok massal, organisasi Persatuan dan Kesatuan berhasil memasuki Istambul, menyingkirkan Khalifah Abdul Hamid II dan melucutinya dari pemerintahan dan keagamaan dan tinggal menjadi simbol belaka. Tidak cukup itu, pada 3 Maret 1924, badan legislatif mengangkat Mustafa Kamal sebagai presiden Turki dan membubarkan khilafah Islamiyah.
Mustafa Kemal Attaturk bertindak radikal guna menghancurkan perdaban Islam. Mustafa, sebagai Presiden Republik Turki yang sekuler, bertindak diktator dalam menjalankan pemerintahan. Ia menetapkan ideologi Negara menganut paham sekularisme. Atas dasar ideologi Negara ini, dia mengumumkan akan mengambil langkah-langkah kebijaksanaan untuk mencapai cita-citanya demi kepentingan Negara Turki Sekuler.
Di antaranya ia mengambil langkah; menghapus syariah Islam dan tidak ada lagi jabatan kekhalifahan, mengganti hukum-hukum Islam dengan hukum-hukum Italia, Jerman, dan Swiss, menutup beberapa masjid dan madrasah, mengganti agama Negara dengan sekularisme, mengubah azan ke dalam bahasa Turki, melarang pendidikan agama di sekolah umum, melarang kerudung bagi kaum wanita dan pendidikan terpisah, mengganti naskah-naskah bahasa Arab dengan bahasa Roma, pengenalan pada kode hukum Barat, pakaian, kalender, serta Alfabet, mengganti seluruh huruf Arab dengan huruf Latin.
Akibat ulah Mustafa Kamal, pemaksaan ini akhirnya menjadikan Turki sebagai Republik Sekuler yang sangat anti terhadap dakwah Islam. Ciri Islam di Turki hampir – hampir hilang sama, sehingga kaum Muslimin kesulitan menemukan jejak peradaban Islam di tanah Turki.
Sesaat berkuasa, Kemal Attaturk pernah menggantung tiga puluh ulama. Ia mengatakan, “Ketahuilah, saya dapat membuat negara Turki menjadi negara demokrasi bila saya dapat hidup lima belas tahun lagi. Tetapi jika saya mati sekarang, itu akan memerlukan waktu tiga generasi,” begitulah Kamal Attaturk, selalu berlaku angkuh di atas tindakan kekejaman dan anti agama, seorang yang dikenal sebagai pencetus ‘sekulerisme Turki’ sekaligus penghancur kekhalifahan Turki dan agama Islam.