Menurut Al-Quran dan Hadist, Apa Saja yang Sudah Tertulis di Lauh Mahfudz ?

lpkpkntb.com – Segala sesuatu di dunia terjadi sesuai ketepatan Allah. Dalam kalam-Nya, Allah menjelaskan, bahkan satu daun yang gugur pun berlaku melainkan sudah tertulis dalam sebuah kitab. Kitab tersebut dikenal sebagai Lauhul Mahfudz.

Lauhul Mahfudz berasal dari bahasa Arab, yakni lauh yang bisa bermakna ‘lembaran’, ‘alas lebar yang terbuat dari papan kayu’, atau ‘tulang lebar yang dapat ditulisi’ dan mahfudz yang berarti ‘terjaga’. Maka, secara harfiah, Lauhul Mahfudz diartikan sebagai lembaran (kitab) yang keberadaan dan kandungannya terjaga.

Kitab yang satu ini sudah diciptakan Allah bahkan jauh sebelum penciptaan manusia. Dalam sebuah hadis, disebutkan bahwa, “Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air, dan angin) adalah kalam (pena), kemudian Allah berfirman, ‘Tulislah’. Pena berkata, ‘Apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.'” (HR. Tirmidzi no. 2155. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih).

Sebagaimana yang di kutip pada laman Umma.id, bahwasanya, Ibnu Mandzur mengatakan, “Lauh’ adalah alas lebar terbuat dari papan kayu. Azhari mengatakan, “Lauh adalah papan dari papan kayu. Dan papan kalau ditulis di dalamnya dinamakan ‘Lauh’. Dan ‘Lauhul Mahfudz” sebagaimana terdapat dalam Al-Quran “Dalam Qur’an (yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.” Maksudnya adalah Al-Quran yang tersimpan atas kehendak Allah.

Lalu apa saja yang sudah tertulis pada Lauh Mahfudz?

1. Segala sesuatu sejak awal terciptanya Qalam sampai tiba hari Qiyamat telah tertulis di Lauh Mahfudz, karena sejak permulaan menciptakan Qalam Allah telah berfirman kepadanya : “Tulislah”, Dia (Qalam) bertanya : “Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis?” Allah berfirman : “Tulislah segala sesuatu yang terjadi”. Kemudian dia (Qalam) menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari kiamat. Juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ

“Sesungguhnya janin yang ada dalam kandungan ibunya ketika telah melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus Malaikat kepadanya yang meniupkan roh dan menulis rizqi, ajal, amal dan apakah dia celaka atau bahagia”.

2. Rezeki juga telah tertulis dan ditakdirkan beserta sebab-sebabnya, tidak bertambah dan tidak berkurang. Sebagian dari sebab-sebab (rezeki) adalah pekerjaan manusia untuk mencari rezeki, sebagaimana firman Allah :

“Dia (Allah) adalah Tuhan yang telah menjadikan bumi tunduk (kepadamu), maka berjalanlah dia atas pundaknya dan makanlah sebagian rezeki-Nya dan kepada-nyalah tempat kembali” [Al-Maidah/5 : 15]