1). DPRD
2). Minimum harus mendapatkan persetujuan dari DPRD.
3). Tugas, tanggung-jawab dan wewenang PJS, PLT dan PLT tetap terbatas (limited authority), tidak penuh, hanya menjalankan administration sehari-hari, hingga pemimpin daerah baru dipilih oleh RAKYAT DAERAH lewat PEMILU.
Tidak ditunjuk oleh Mendagri TITO dengan persetujuan Presiden.
Hak Prerogative Presiden itu sebenarnya terbatas pada anggota Kabinet Menteri, sebagai pembantu Presiden.
Hak Prerogative Presiden, tidak berlaku untuk pemimpin daerah yg menjadi bagian dari hak AUTONOMOUS rakyat daerah.
Di Amerika Serikat (AS), tidak ada satupun pejabat negara bagian (STATE) yg diangkat atau ditunjuk oleh Presiden USA.
Karena itu adalah bagian dari HAK autonomous negara bagian (STATE).
Tulisan Prof. Suteki diatas adalah response dari article yg saya posting dibawah ini:
(Reposting)
RE: ABUSE OF POWER dan Manuever Politik Mendagri TITO Sangat Berbahaya dan Tidak Bisa Dibiarkan…!!!!
1).Pembentukan SATGASUS Merah putih dengan dana operational NON-BUDGETER…!!!
2). Penggangkatan Kepala Daerah lewat appointment selama 2,5 tahun….!!!
3). Membuat surat edaran memberi kekuasaan kepada PLT untuk bisa memecat ASN tanpa minta persetujuan Mendagri….!!!
…..
…
Kalau PLT bisa menjabat sampai 2,5 tahun cukup dengan penunjukan (appointment) dan memiliki kekuasaan memecat seorang ASN, terus apa esensinya PEMILU dan KEDAULATAN RAKYAT…???
Mulai kapan demokrasi berubah dari ELECTION menjadi APPOINTMENT…??? 😂
Kalau POLISI bisa menerima dana operational dari korporasi swasta non-budgeter, sama saja POLRI itu milik KORPORASI swasta…!!!
Penuh conflict of interest dan ABUSE OF POWER….!!!!
Karena itulah POLRI dan TNI dilarang (prohibited) menerima sumbangan, donasi, bantuan, hibah, pinjaman pesawat atau dana operational dari SWASTA.
Semua kebutuhan dan biaya operational POLRI dan TNI adalah sepenuhnya dari APBN. Dan hal itu menjadi tanggung-Jawab Presiden & DPR..!!
Dapat Peringatan dari KontraS, Mendagri Tito Diharap Jangan Membangkang…!!!
GenPI.co
2022/09/04 01:33
GenPI.co – KontraS, ICW, dan Perludem mengecam pembangkangan Mendagri Tito Karnavian yang mengabaikan serta tidak menindaklanjuti tindakan korektif yang telah diberikan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Sebelumnya, ORI pada 19 Juli 2022 menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terbukti melakukan maladministrasi dalam prosedur pengangkatan Penjabat Kepala Daerah.
Mereka juga menilai Tito mengabaikan kewajiban hukum atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan hal tersebut, ORI memberikan tiga tindakan korektif kepada Mendagri.
Pertama, menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan pihak pelapor. Kedua, meninjau kembali pengangkatan Penjabat Kepala Daerah dari unsur TNI aktif.
Ketiga, menyiapkan naskah usulan pembentukan Peraturan Pemerintah terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian Penjabat Kepala Daerah.
“Mendagri diberi tenggat dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) hari untuk melaksanakan tindakan korektif tersebut,” kata laporan itu.
Namun, Mendagri tidak melaksanakan Rekomendasi Sementara Ombudsman dalam LAHP dan tidak menunjukan itikad baik hingga habisnya tenggat waktu tersebut.
Ketiga lembaga itu menyebut tindakan korektif yang dikeluarkan ORI penting untuk mendorong proses perbaikan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, bersih, dan terbuka sesuai dengan prinsip Good Governance and Smart Government
Selain itu, pemberian tindakan korektif oleh ORI bersifat mengikat secara hukum dan wajib dijalankan dalam rentang waktu 30 hari berdasarkan Pasal 16 Peraturan ORI Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tata Cara Investigasi atas Prakarsa Sendiri.
Oleh karena itu, ketidaktaatan itu menunjukan bahwa Mendagri melakukan pembangkangan, tidak memahami peraturan perundang-undangan, etika antar lembaga negara, dan mencerminkan sikap penyelenggara negara yang amat tidak patut.
“Terlebih, kedudukan Menteri Dalam Negeri,secara eksplisit disebut dalam nomenklatur Undang-Undang Dasar 1945 dan memiliki peranan vital dalam penyelenggaraan negara,” tulis KontraS, ICW, dan Perludem secara kolektif dalam keterangan tertulis, Jumat (2/3).
Atas hal tersebut sebagaimana telah dijabarkan di atas, KontraS, ICW dan Perludem mendesak Tito segera melakukan tiga poin berikut ini.
Pertama, Pemerintah untuk segera menyiapkan Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana dalam pengangkatan Penjabat Kepala Daerah.
Hal ini menjadi penting sebagai bagian dari mandat Mahkamah Konstitusi dan Rekomendasi Ombudsman RI.
Kedua, Presiden menegur, bahkan tidak menutup kemungkinan mencopot Menteri Dalam Negeri, karena tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan dan mengabaikan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola penunjukan Penjabat Kepala Daerah sebagaimana disampaikan Ombudsman RI.
Ketiga, Mendagri untuk melakukan evaluasi penempatan anggota TNI-Polri aktif sebagai Penjabat Kepala Daerah.
“Langkah ini selain bertentangan dengan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, juga hanya akan membangkitkan hantu dwi fungsi TNI-Polri sebagaimana terjadi pada era Orde Baru,” pungkas keterangan resmi itu.