lpkpkntb.com – Madzhab Rukyat madzhab saya, madzhab klasik dalam hal penentuan Hilal ??.
Nabi Muhammad bersabda:
“Berpuasalah kalian karena melihat hilal Dan berhari-rayalah kalian karena melihat hilal Apabila terhalang dari kamu sekalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh.
(Hr Bukhari) di unggah salah satu netizen akun atas nama @ Santri Putri.
dari postingan tersebut mendapatkan berbagai komentar:
Lili rudyanto@ Hisab atau rukyat sama -sama betul .alangkah indahnya jika salah satunya mengalah agar terlihat indah, semarak dan bersatu.
Awek@ tunggu aja keputusan dari Pemerintah, sekarang alat teropong bintang udah canggih.
“Walaupun sebagai sebuah mazhab klasik, pendukung rukyat mendapat tantangan dari pendukung hisab sebagai mazhab yg datang kemudian”.
Hujjah mazhab hisab ini didasarkan pada hadits (selain juga ayat² kawniyyah tentang peredaran matahari dan bulan) yg menjelaskan tentang status ke-ummi-an Nabi Muhammad dan para umat beliau.
إنا أمة أمية ، لا نكتب ولا نحسب ، الشهر هكذا وهكذا . يعني مرة تسعة وعشرين ، ومرة ثلاثين
Kita adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Bulan itu demikian dan demikian, yakni suatu kali 29 hari dan suatu 30 hari.
(Hr Bukhari).
Aliran Hisab beralasan bahwa pada zaman dahulu umat islam tidak bisa menghitung sebagai pemaknaan dari kata ummi, jadi wajar jika Nabi memerintahkan untuk menggunakan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan hijriyah.
Sedangkan pada masa kini, umat Islam sudah bisa menghitung dengan berbagai teknologi yg semakin canggih. Jadi seharusnya umat Islam harus beralih pada hisab?.
Kedua adalah hadits :
Sesungguhnya Rasulullah menyebut-nyebut ramadhan kemudian bersabda, “janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal (tanggal satu Ramadan). Dan janganlah kalian berhari raya sehingga kalian melihatnya. Apabila terhalang dari kalian, maka perkirakanlah.
(Hr. Bukhari).
Hadits di atas menurut mazhab hisab menunjukkan dibolehkan menggunakan hisab (uqdurulah) apabila langit mendung. Jika ditelusuri, terkait makna ummi, dalam Tafsir al-Qurtubi, Ibn Abbas menyatakan bahwa:
الأميون العرب كلهم، من كتب منهم ومن لم يكتب؛ لأنهم لم يكونوا أهل كتاب
“Orang-orang ummi adalah semua bangsa Arab, baik yg menulis ataupun tidak. Karena mereka bukan ahli kitab.”
Jadi konteks kata ummi di sini adalah orang Arab yg bukan golongan Yahudi atau Nasrani yg oleh orang-orang Arab disebut sebagai ahli kitab. Orang Yahudi pun sebaliknya menyebut orang Arab sebagai ummi. (Qs Ali ‘Imran: 75).
Adapun makna lâ (tidak) menulis (mencatat) dan tidak menghitung, berdasarkan pemaknaan kata ummi di atas berarti “tidak mau” dan bukan “tidak bisa”. Sebagai pembanding coba lihat pernyataan Arab yang konon berasal dari khalifah Umar bin al-Khattab.
نحن أمة لا تنتصر بالعدة والعتاد ولكن ننتصر بقلة ذنوبنا وكثرة ذنوب الأعداء فلو تساوت الذنوب انتصروا علينا بالعدة والعتاد
Kita adalah umat yg ‘tidak’ mengandalkan jumlah dan peralatan perang. Tetapi kami mengandalkan sedikitnya dosa kami dan banyaknya dosa musuh kami. Jika jumlah dosa sama, mereka bisa mengandalkan jumlah dan peralatan perang untuk mengalahkan kita.
نحن قومٌ لا نأكل حتى نجوع، وإذا أكلنا لا نشبع
“Kami adalah kaum yang ‘tidak’ makan sampai kami lapar. Dan apabila kami makan tidak sampai kenyang.”