Kenapa Sholat Sunnah Tarawih 8 Rakaat 20 hingga 36 Rakaat, Ini Sejarahnya

Lalu datanglah beberapa sahabat dan bermakmum di belakang beliau. Ketika Subuh tiba, orang-orang berbincang-bincang mengenai hal tersebut.

Pada malam selanjutnya, jumlah jamaah semakin bertambah daripada sebelumnya, demikian seterusnya hingga tiga malam berturut-turut. Pada malam keempat, masjid menjadi sesak dan tak mampu menampung seluruh jamaah.

Namun, Rasulullah SAW tak kunjung keluar dari kamarnya hingga fajar menyingsing. Rasulullah SAW baru keluar untuk mengerjakan salat Subuh. Selepas itu beliau berkhotbah, “Aku telah mengetahui kejadian semalam. Namun, aku khawatir salat itu akan diwajibkan atas kalian sehingga kalian tidak mampu mengerjakannya.” (HR Muttafaq ‘alaih)

Akhirnya, salat malam pada bulan Ramadan dikerjakan secara sendiri-sendiri kondisi ini terus berlanjut hingga Rasulullah SAW wafat. Demikian pula pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq RA dan awal Khalifah Umar bin Khattab RA.

Baru kemudian pada tahun ke-4 Hijriah, Khalifah Umar berinisiatif untuk menjadikan salat tersebut berjamaah dengan satu imam di masjid. Ia menunjuk Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dari sebagai imamnya.

Khalifah Umar bin Khattab RA lalu berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.”

Imam Abu Yusuf pernah bertanya kepada Imam Abu Hanifah tentang salat Tarawih dan apa yang diperbuat oleh Khalifah Umar. Imam Abu Hanifah menjawab, “Tarawih itu sunah muakkad, Umar tidak pernah membuat perkara baru dari dirinya sendiri dan beliau bukan seorang pembuat bid’ah. Ia tak pernah memerintahkan sesuatu kecuali berdasarkan dalil dari dirinya dan sesuai masa Rasulullah SAW. Umar telah menghidupkan sunah ini lalu mengumpulkan orang-orang pada Ubay bin Ka’ab lalu mengerjakan salat itu secara berjamaah, sementara jumlah para sahabat sangat melimpah, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, dan tak satupun yang mengingkari hal itu. Bahkan, mereka semua sepakat memerintahkan hal yang sama.”

Sejak saat itulah, umat Islam di seluruh dunia menjalankan salat Tarawih setiap malam bulan Ramadan dengan 20 rakaat dengan setiap dua rakaat salam. Lalu, diakhiri dengan salat Witir dengan rakaat ganjil.

Mengenai perbedaan jumlah rakaat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan masa Umar bin Khattab ini, Muchotob Hamzah dalam buku Pengantar Studi Aswaja An-Nahdliyah mengatakan, para ulama mazhab Ahlussunnah wal Jamaah memilih mengerjakan salat Tarawih 20 rakaat mengikuti yang dilakukan Umar bin Khattab RA.

Hal tersebut bersandar pada sabda Rasulullah SAW,

عَلَيْكُمْ بِسُنَّة وَ سُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ. عَضُوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاحِدِ (رواه ابن داود

Artinya: “Kalian harus berpegangan pada sunnah (tradisi ku) dan sunah tradisi Khulafa Al-Rasyidin yang memperoleh petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi gerahammu.” (HR Abu Dawud)

Juga bersandar pada hadits yang diriwayatkan Al Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra dari Saib bin Yazid RA.

“Mereka melakukan salat Tarawih di bulan Ramadan pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA sebanyak 20 rakaat.”

Namun, Mayoritas umat Islam di Indonesia mengerjakan salat Tarawih dalam 20 rakaat atau 8 rakaat. Sejarah mencatat, salat Tarawih 20 rakaat muncul pada masa Khalifah Umar bin Khattab.

Sholat Tarawih merupakan salat sunnah yang dikerjakan pada malam hari selama bulan Ramadan. Tepatnya dimulai setelah salat Isya, hingga terbit fajar.

Itulah penjelasan mengenai hukum, jumlah rakaat sholat tarawih maupun witir dan hikmahnya. Semoga informasi ini membantu dan selamat menunaikan ibadah di bulan suci Ramadhan 1445 H. **