Bahkan, pergantian ketua ini terkesan seperti menikmati jerih payah dari perjuangan kepengurusan lama yang telah membangun Partai Perindo sejak 2014 silam.
“Setelah kami lelah, mereka mau menikmati. Semestinya politikus itu harus menjaga etika,” imbau Athari. Ia juga menyesalkan bahwa permintaan untuk membatalkan pergantian tidak diamini pengurus DPP Perindo.
“Kami pernah lakukan, tetapi apa? Tidak diamini. Kami keluar sekarang dan kami titip partai ini,” terangnya.
Sementara itu, mantan sekretaris DPW Perindo NTB Abdul Madjid mengatakan Partai Perindo terkesan seperti politik pasang copot pasang copot.
“Saya tidak ingin kemudian mengulang sejarah 2019 lalu. Di mana partai Perindo di NTB pasang copot pasang copot. Bahkan, ada cerita pengurus DPW Perindo itu 1-2 minggu dicopot jangan sampai begitu lagi lah,” pinta Madjid.
Selama bergabung di Perindo NTB bersama ketua DPW lama, Majid menyebut belum ada kesepakatan pengurus DPP dengan DPW di atas hitam putih.
“Waktu itu, kami hanya terima SK Ketua DPW si Athari dalam bentuk SK tunggal. Ia yang mencari pengurus, bangun kepengurusan,” tutur dia.
Namun, sesuai hasil komunikasi sebelum Zainul Majdi bergabung ke Perindo pada 2022, DPP menjelaskan tidak akan ada perombakan dalam kepengurusan. “Tapi setelah TGB (Zainul Majdi) masuk kenyataannya begitu. Jadi, bisa kita lihat sendiri,” terang Madjid.
Ditanya soal sikap politiknya, Madjid hanya mengaku belum menentukan sikap akan berlabuh kemana dan akan bersikap seperti apa menghadapi persoalan pasca keluar dari Perindo. “Saya kemana dan bagaimana sikap saya nanti, saya akan informasikan,” ujarnya.
Demikian informasi pergantian ketua Partai Perindo NTB, yang terkesan seperti politik pasang copot pasang copot. semoga bermanfaat (bi).