yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.
Komite bertugas menyampaikan lima permohonan:
Pertama,
Memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Atas dasar kemerdekaan bermazhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara imam-imam shalat Jum’at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang pula masuknya kitab-kitab
yang berdasarkan mazhab tersebut di bidang tasawuf, aqoid maupun fikih ke dalam negeri Hijaz, seperti karangan Imam Ghazali, imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudaha terkenal kebenarannya.
Hal tersebut tidak lain adalah semata-mata untuk memperkuat hubungan dan persaudaraan umat Islam yang bermazhab sehingga umat Islam menjadi sebagi tubuh yang satu, sebab umat Muhammad tidak akan bersatu dalam kesesatan.
Kedua,
Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid
seperti tempat kelahiran Siti Fatimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya berdasarkan firman Allah
“Hanyalah orang yang meramaikan Masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah”
dan firman Nya “
Dan siapa yang lebih aniaya dari pada orang yang menghalang-halangi orang lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk merobohkannya.”
PENGHANCURAN WAHABI
Di samping untuk mengambil ibarat dari tempat-tempat yang bersejarah tersebut.
Ketiga,
Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji
mengenai tarif/ketentuan biaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah.
Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tiak dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.
Keempat, Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
Kelima,
Jam’iyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-
benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut.
Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari
1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.
Maka dapat disimpulkan bahwa Komite Hijaz yang merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional ini menjadi faktor terpenting didirikannya oeganisasi NU.
Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah diterima oleh raja Ibnu Saud.
(A. Khoiril Anam)