Hal ini membuat ” shock” Para Guru P1, sementara itu, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, keputusan Kemendikbudristek tersebut merupakan bentuk ketidakprofesionalan dari Kemendikbudristek dan Panselnas. Selain itu, kejadian ini juga semakin mengonfirmasi karut-marut penyelenggaraan seleksi guru PPPK yang sudah terjadi sejak awal 2021. di kutip melalui laman Kompas.id.
Lanjut, “Kami di PB PGRI, setelah menerima aspirasi 1.000 guru honorer kategori P1 melalui forum aspirasi guru yang diadakan secara daring, berkesimpulan bahwa surat pengumuman yang bermasalah itu harus dibatalkan karena merusak rasa keadilan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, para guru yang dibatalkan ini sebelumnya sudah dinyatakan lolos seleksi administrasi, memenuhi nilai di atas ambang batas, dan tinggal menunggu penempatan saja sebagaimana sudah dimuat dalam akun SSCN (Sistem Seleksi CPNS Nasional) masing-masing,” imbuhnya, Sumardiansyah.
Namun, lanjut Sumardiansyah, para guru P1 tersebut dianggap tidak memenuhi syarat setelah melewati masa sanggah, dan anehnya setelah dikonfirmasi kepada para guru, mereka merasa tidak ada yang melakukan proses sanggah. Kenyataannya, akun SSCN terkunci setelah proses akhir resume.
Sumardiansyah mengemukakan, berdasarkan fakta di lapangan, sejak awal proses sanggah tidak bisa diakses, serta para guru pun tidak mendapatkan pemberitahuan apa pun dari akun SSCN. Di akun mereka hanya ada informasi pemberitahuan sudah lolos seleksi administrasi dan tinggal menunggu penempatan.
”Artinya para guru tersebut memang sudah dianggap memenuhi syarat sehingga tidak perlu ada sanggahan dalam bentuk apa pun. Lalu dengan gampangnya Kemendikbudristek mengungkapkan bahwa masa sanggah yang dimaksud adalah verifikasi dan validasi internal dari Kemendikbudristek serta Panselnas mengenai persyaratan-persyaratan penempatan. Hal ini benar-benar kelihatan seperti lelucon dan alasan yg mengada-ngada,” ucap Sumardiansyah.
Untuk itu, Forum Aspirasi Guru yang digagas oleh PB PGRI melalui Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat berharap pemerintah menuntaskan masalah pembatalan 3.043 guru sebelum pengumuman seleksi akhir PPPK yang janjinya akan diumumkan pada 10 Maret 2023. ”Kami minta supaya persoalan 3.043 Guru P1 bisa diselesaikan terlebih dahulu,” kata Sumardiansyah.
Pembatalan penempatan atau kelulusan 3.043 guru prioritas 1 dari berbagai daerah tersebut tertuang dalam Pengumuman Nomor 119/B/GT.00.08/2023 tentang Pembatalan Penempatan Pelamar Prioritas 1 (P1) pada Seleksi Guru ASN-PPPK Tahun 2022. Pengumuman ini dikeluarkan dan ditandatangani Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek, Nunuk Suryani atas nama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tertanggal 1 Maret 2023.
Para guru P1 (para guru yang lulus nilai ambang batas yang ditetapkan atau passing grade sejak 2021) saat seleksi tahap 3 pada akhir 2022 dinyatakan mendapatkan tempat/sekolah di daerah masing-masing. Namun, melalui pengumuman yang mendahului pengumuman kelulusan seleksi ASN PPPK pada 10 Maret tersebut, penempatan ribuan guru honorer tersebut dibatalkan.
”Sehubungan dengan telah berakhirnya proses pendaftaran Seleksi PPPK Guru Tahun 2022 melalui halaman https://sscan.bkn.go.id, kami sampaikan bahwa setelah dilakukan verifikasi kembali dengan adanya sanggahan oleh pelamar P1 berdampak pada perubahan status 3.043 pelamar P1, dari mendapatkan penempatan menjadi tidak mendapatkan penempatan. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini,” demikian disampaikan Nunuk dalam surat pengumuman pembatalan.
Merasa ”shock”
Isak tangis yang tertahan pun mengemuka dalam pertemuan secara daring hampir seribu guru P1 ASN PPPK yang terdampak surat pembatalan. Pertemuan ini difasilitasi Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) di Jakarta, Selasa (7/3/2023) siang di kutip melalui laman Kompas.id. Para guru saling berebutan untuk meminta waktu menyampaikan kegelisahan mereka dan protes terkait pembatalan dengan alasan yang tidak jelas.
David, guru P1 di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, mengatakan, ada 10 guru yang dibatalkan. ”Ada dua guru yang sakit ketika mendengar kabar tersebut, sore hari, dan sekarang dirawat di ICU RS karena shock. Bagaimana kami para guru tidak kaget, katanya penundaan pengumuman karena untuk optimalisasi kuota agar 2.100 guru P1 bisa masuk, tapi yang terjadi malah lebih dari 3.000 guru P1 yang tadinya mendapatkan penempatan, tapi seketika dibatalkan,” kata David dengan nada menahan tangis.
Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi berjanji memperjuangkan nasib guru yang merasa dirugikan dengan pembatalan penempatan guru tanpa alasan yang jelas ini. Untuk itu, PGRI menghimpun informasi dari para guru yang terdampak agar mengetahui duduk persoalannya dan meminta Panitia Seleksi Nasional ASN PPPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Mendikbusritek bersikap transparan dan profesional.
Sementara itu, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, keputusan Kemendikbudristek tersebut merupakan bentuk ketidakprofesionalan dari Kemendikbudristek dan Panselnas. Selain itu, kejadian ini juga semakin mengonfirmasi karut-marut penyelenggaraan seleksi guru PPPK yang sudah terjadi sejak awal 2021.
”Kami di PB PGRI, setelah menerima aspirasi 1.000 guru honorer kategori P1 melalui forum aspirasi guru yang diadakan secara daring, berkesimpulan bahwa surat pengumuman yang bermasalah itu harus dibatalkan karena merusak rasa keadilan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, para guru yang dibatalkan ini sebelumnya sudah dinyatakan lolos seleksi administrasi, memenuhi nilai di atas ambang batas, dan tinggal menunggu penempatan saja sebagaimana sudah dimuat dalam akun SSCN (Sistem Seleksi CPNS Nasional) masing-masing,” ujar Sumardiansyah.
Namun, lanjut Sumardiansyah, para guru P1 tersebut dianggap tidak memenuhi syarat setelah melewati masa sanggah, dan anehnya setelah dikonfirmasi kepada para guru, mereka merasa tidak ada yang melakukan proses sanggah. Kenyataannya, akun SSCN terkunci setelah proses akhir resume.
Sumardiansyah mengemukakan, berdasarkan fakta di lapangan, sejak awal proses sanggah tidak bisa diakses, serta para guru pun tidak mendapatkan pemberitahuan apa pun dari akun SSCN. Di akun mereka hanya ada informasi pemberitahuan sudah lolos seleksi administrasi dan tinggal menunggu penempatan.
”Artinya para guru tersebut memang sudah dianggap memenuhi syarat sehingga tidak perlu ada sanggahan dalam bentuk apa pun. Lalu dengan gampangnya Kemendikbudristek mengungkapkan bahwa masa sanggah yang dimaksud adalah verifikasi dan validasi internal dari Kemendikbudristek serta Panselnas mengenai persyaratan-persyaratan penempatan. Hal ini benar-benar kelihatan seperti lelucon dan alasan yang mengada-ngada,” ujar Sumardiansyah.
Untuk itu, Forum Aspirasi Guru yang digagas oleh PB PGRI melalui Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat berharap pemerintah menuntaskan masalah pembatalan 3.043 guru sebelum pengumuman seleksi akhir PPPK yang janjinya akan diumumkan pada 10 Maret 2023. ”Kami minta supaya persoalan 3.043 Guru P1 bisa diselesaikan terlebih dahulu,” kata Sumardiansyah.
Kemudian, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru Satriwan Salim mempertanyakan profesionalisme Panselnas ASN PPPK untuk penuntasan guru yang memang sarat masalah di tiap tahapnya. ”Persoalannya, kekeliruan ada di mana, di level Panselnas atau guru? Kenapa setelah dibuat masa sanggah ada lebih dari 3.000 guru P1 yang tidak mendapatkan penempatan. Kami berharap ada kejelasan. Namun, pengumuman jangan lagi ditunda sesuai janji pada 10 Maret,” kata Satriwan.
Persoalan ini juga mendapat komentar dari Anggota Komisi X DPR RI, Mohammad Haerul Amri, menilai, carut-marut persoalan guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sangat merugikan pihak guru dan sekolah. laman Republika.
Karena itu, legislator dari Dapil Jawa Timur II itu mendorong, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) untuk menyelesaikan permasalahan PPPK ini. Menurut dia, masih banyak masalah yang membuat para guru honorer bingung dan cemas akan nasib mereka.