Inilah Penyandang Gelar Doktor Pertama Indonesia Pendidikan Hoesein Djajadiningrat

Inilah Penyandang Gelar Doktor Pertama Indonesia Pendidikan Hoesein Djajadiningrat
Inilah Penyandang Gelar Doktor Pertama Indonesia Pendidikan Hoesein Djajadiningrat. Photo. (Istimewa).
Advertisements

Lpkpkntb.com – Inilah orang Indonesia pertama yang berhasil mendapatkan gelar doktor adalah Hoesein Djajadiningrat. Sosok yang juga memiliki nama Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat ini merupakan pribumi dari kalangan berada.

Mungkin terasa asing di telinga masyarakat Banten mengenai sosok Prof.Dr. Pangeran Arya Hoesein Djajadiningrata, beliau merupakan seorang guru besar sejarah serta ahli tentang keislaman (islamologi). Dilansir berbagai sumber.

Profil Singkat

Lahir di Kramatwatu, Serang, Banten, pada 8 Desember 1886, serta meninggal di Jakarta, pada 12 November 1960, di usianya yang ke 73 tahun. Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat merupakan orang Indonesia pertama yang mendapat gelar tertinggi, yang mampu dicapai oleh orang Indonesia pada saat itu di tahun 1913, di Universitas Leiden, Hoesein Djajadiningrat memperoleh gelar doktor sastra pertama di Indonesia dari lulusan Universiteit Leiden, Belanda.

Pendidikan Hoesein Djajadiningrat
Pendidikan Hoesein Djajadiningrat.(wikipedia).

Hoesein menulis disertasi yang berjudul “Tinjauan Kritis atas Sejarah Banten” di bawah bimbingan langsung seorang ahli Islam terkemuka bernama Snouck Hurgronje. Atas pencapainnya yang luar bias, Hoesein kemudian menjadi Guru Besar pertama di Indonesia.

Hoesein merupakan anak dari pasangan R. Bagus Jayawinata, seorang wedana Kramatwatu serta Bupati Serang kelahiran Pandeglang, serta ibunya merupakan Ratu Salehah yang berasal dari Cipete Serang. Hoesein sendiri memiliki delapan saudara kandung.

Diantaranya adalah Achmad (Ujang), Muhamad (Apud), Hasan (Emong), Hadijah (Enjah), Lukman (Ujang), Sulasmi (Yuyun), Hilman (Imang), dan Rifki ( Kikok). Di Banten pada tahun 1850-1945, Keluarga tersebut merupakan keluarga yang bisa dikatakan paling melek huruf di Banten.

Hoesein menjadi direktur Lembaga Urusan Agama di masa pendudukan Jepang (shumubu), lembaga tersebut kemudian bertransformasi pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, menjadi Departemen Agama.

Adiknya, Hasan, merupakan seorang aktivis SI (Serikat Islam) serta menjadi presiden SI di tahun 1930. Sedangkan Lukman menjabat sebagai direktur pendidikan dan urusan keagamaan.

Hoesein sendiri dapat dikatakan sebagai salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Ketika remaja, Hoesein dikenal sebagai pemuda yang pintar dan berbakat, baik dalam ilmu agama, maupun bidang keilmuan umum.

Hoesein Djajadiningrat

Seorang Hoesein Djajadiningrat pantas untuk disebut sebagai pionir historiografi Indonesia pada bidang sejarah.

Hoesein telah menulis sebuah studi yang menarik tentang Banten. Pada studi tersebut, dengan teliti Hoesein menggunakan metode kritikan atau kecaman pada saat mengungkapkan makna serta isi dari sumber-sumber tradisional.

Hoesein dapat dianggap sebagai pendasar studi sejarah Indonesia, sekalipun sangat bersifat filologi.
Perhatian utama seorang Hoesein merupakan sejarah kuno dari daerah-daerah tertentu.

Menurut Silsilah, Hoesein Djajadiningrat merupakan keturunan dari Pangeran Raden Wirasoeta, yang merupakan seorang pemuda asal Baduy (Kanekes) yang mengabdi pada Kesultanan Banten, serta diangkat menjadi pangeran dari Kesultanan Banten, di masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, seorang Puun Cibeo memiliki seorang putra yang bernama Raden Wirasoeta. Raden Wirasoeta tidak betah untuk hidup dalam masyarakat Baduy, karena merasa bahwa kondisi kehidupan masyaraka Kanekes yang terlalu sempit bagianya.

Hoesein Djajadiningrat

Oleh sebabnya, dimohonnya dengan sangat kepada ayahnya, agar Raden Wirasoeta diizinkan untuk mengabdi pada sultan Banten. Ayahnya saat tidak berkeberatan, kemudian diberinya petunjuk agar putranya menyusuri sungai Ciujung agar sampai di Kraton kesultanan Banten.