Gelombang Protes di PTN: Dosen dan Mahasiswa Tolak Pemangkasan Anggaran Kemendiktisaintek

Pemangkasan anggaran di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) telah memicu protes dari dosen dan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN).

Pengurangan anggaran ini berdampak pada berbagai aspek pendidikan tinggi, termasuk dana penelitian, metode perkuliahan, dan insentif bagi tenaga pengajar.

Pemotongan Dana Penelitian

Anggaran riset untuk PTN saat ini hanya sekitar 2% dari total anggaran Kemendiktisaintek, yaitu sekitar Rp1,2 triliun. Akibatnya, hanya 7% proposal penelitian yang dapat didanai pada tahun 2024. Pihak Kemendiktisaintek mendorong agar dana penelitian tidak dipotong lebih lanjut meskipun ada kebijakan efisiensi anggaran.

Perkuliahan Daring dan Kenaikan UKT

Pemangkasan anggaran juga berdampak pada bantuan operasional PTN (BOPTN), yang menyubsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. BOPTN untuk PTN dipangkas hingga 50% dari total anggaran Rp9,8 triliun, yang dapat memicu kenaikan UKT. Meskipun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melarang PTN menaikkan UKT sebagai respons terhadap pemotongan anggaran ini.

Selain itu, beberapa PTN terpaksa mengalihkan perkuliahan secara daring untuk mengurangi biaya operasional.

Pemotongan Insentif Dosen

Tunjangan kinerja bagi dosen non-PNS mengalami pemotongan sebesar Rp676 miliar dari alokasi awal Rp2,7 triliun. Pemotongan ini memicu kekhawatiran di kalangan dosen mengenai kesejahteraan mereka dan kualitas pendidikan yang dapat diberikan. Beberapa dosen dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan bahwa masa depan pendidikan tinggi terancam akibat pemotongan anggaran ini.

Selain itu, dosen ASN Kemendikti Saintek menggelar demonstrasi di Jakarta menuntut pencairan tunjangan kinerja yang tertunggak sejak tahun 2020 hingga 2024.

Reaksi Dosen dan Mahasiswa

Dosen dan mahasiswa di sejumlah PTN mengadakan protes terhadap kebijakan efisiensi anggaran ini. Mereka khawatir bahwa pemotongan anggaran akan menurunkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Selain itu, mereka menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut demi keberlanjutan pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidik.

Secara keseluruhan, pemangkasan anggaran di Kemendiktisaintek menimbulkan kekhawatiran serius mengenai masa depan pendidikan tinggi di Indonesia. Diperlukan dialog antara pemerintah, dosen, dan mahasiswa untuk mencari solusi yang dapat menjaga kualitas pendidikan tanpa memberatkan semua pihak yang terlibat.