“Point di atas semakin menunjukkan wewenang yang seharusnya dapat di laksanakan tapi tidak berjalan di kasus ini sehingga semua beban kesalahan seolah hanya kepada Mentri agama atau MUI saja”,terangya.
Ia mengatakan yang lebih bahaya dari pembiaran-pembiaran statement, orasi, pendapat, tausiyah yang menimbulkan kegaduhan di ruang publik ini oleh Panji Gumilang adalah karena di balut toleransi beragama.
Menurut ARH, jika di teliti lebih lanjut statemen-statement beliau dan praktek-praktek bersimbol keagamaan yang di praktekkan mengarah secara jelas kepada sinkretisme agama.
Sinkretisme agama, kata ARH, pencampuradukan berbagai unsur aliran atau faham keagamaan, alih-alih sebuah bentuk keseimbangan dan toleransi.
Fatalnya ini sebetulnya adalah bentuk Radikalisme dan akar kata radikalisme itu sendiri.
“Kita mengapresiasi sikap dan langkah yang sedang di lakukan pemerintah, meski terkesan lamban, karena harus menunggu terjadi desakan publik terlebih dahulu. Akan tetapi kita wajib mengawalnya sampai ada tindakan konkret dari pemerintah mengakhiri kegaduhan ini,” pungkasnya.
Syf.