“Seperti sekolah sekolah yang tidak mengajarkan kurikulum umum dan tidak menerbitkan ijazah seperti sekolah umum) atau sekolah non pemerintah yang siswanya tidak masuk dalam hitungan BPS. di Luwu Utara
sekitar 400-500 anak menempuh pendidikan pada sekolah non register tersebut, keadaan ini bukan 100% kita salahkan karena juga telah menjadi
kebutuhan di masyarakat.
Namun kondisi ini tidak
menggerus angka Harapan Lama Sekolah kita”.Jelasnya.
Selain itu kata Asfar, Persoalan ATS yang dihadapi adalah ATS pada umur anak 7 tahun sangat berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), khususnya pada komponen pembentuk IPM, yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) “(expected years of
schooling)”. Semakin banyak anak tidak sekolah maka semakin rendah HLS, karena rasio HLS dihitung dengan membandingkan jumlah anak yang
bersekolah dengan jumlah penduduk pada setiap tingkatan umur dari 7 tahun sampai 25 tahun.
“HLS Luwu Utara pada tahun 2023 sebesar 12,59 tahun artinya anak yang berumur 7 Tahun (Kelas 1 SD) di Luwu Utara pada tahun 2023 memiliki harapan
bersekolah sampai tamat SMA (12 tahun) dan kuliah 5 bulan.
Kondisi diatas masih jauh dari harapan kita
yang mengharapkan semua anak lulus S1, karena dalam dunia kerja saat ini menuntut hal tersebut agar dapat bersaing”Terangnya.
“Gambaran HLS diatas juga memotret kondisi bahwa di Luwu Utara masih banyak ATS, Berdasarkan data Dapodik tahun 2022 jumlah ATS di Luwu Utara sebanyak 1.435 anak tidak sekolah yang terdiri dari anak putus sekolah dan anak tidak lanjut sekolah, namun belum termasuk anak yang tidak sekolah sama sekali”,Lanjut Asfar mengungkapkan untuk mendukung Gerakan PASTI BERAKSI agar
metode penanganan ATS dari Provinsi dapat diaplikasikan di Kabupaten Luwu Utara.
“Progres penanganan ATS di Kabupaten Luwu Utara secara reguler sudah berjalan baik melalui program Pemerintah Pusat seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH) dan
Pembangunan sarana pendidikan pada wilayah sumber penyebab ATS “Jelas Mantan Sekretaris Dewan Ini.
(*Erwin & Hamsul*)