Menurut keyakinan Boyamin Saiman berdasar pada fakta persidangan yang ia cermati, KPK sebetulnya dapat mendalami lebih jauh terkait penerimaan uang yang dikategorikan sebagai penerimaan Gratifikasi oleh Profesor Karomani.
MAKI berpandangan, penerimaan Gratifikasi tersebut dapat ditelisik lebih jauh hingga patut diduga dapat dikategorikan sebagai penerimaan Suap.
Selain hal itu, MAKI berpandangan bahwa pihak yang turut menerima uang untuk Profesor Karomani maupun memberikan uang bersama-sama untuk Profesor Karomani dapat terjerat hukum
Jadi, saya kira itu pasti ada pamrih dan dugaan kuat ada pamrihnya, sehingga layak diproses untuk Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu tentang suap.
Padahal kan harusnya menjadi kewajiban KPK untuk menegakkan hukum lalu melakukan proses kepada pelaku-pelakunya, gitu.
Dan itu kan termasuk yang siapa-siapa yang masuk padahal tidak layak tapi kemudian dengan cara membayar akhirnya masuk. Atau layak pun, kalau membayar, ya masuk, tetap kena suap. Jadi, itu yang mestinya bisa diproses,” terang Boyamin Saiman.
Pandangan Praktisi Hukum di Lampung, Penta Peturun tak jauh berbeda dengan MAKI. Penta Peturun memandang KPK memang sudah selayaknya melakukan pengembangan perkara sehingga publik secara luas mampu melihat bahwa KPK benar-benar bekerja berdasarkan proses hukum yang sudah teruji di persidangan.
”Terkait para terduga penyuap yang namanya telah dimuat dalam surat tuntutan itu, pasti lah KPK sudah tahu bagaimana dan apa tindaklanjutnya,” ucapnya pada 1 Mei 2023.
Sementara di lansir dari merdeka.com. Selasa, (2/5/23) Mereka diamankan oleh KPK di tiga tempat berbeda, yaitu Bandung, Lampung, dan Bali. KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap di Unila ini.
Karomani terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (19/8) malam. Karomani ditangkap bersama jajarannya. Mereka adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, Mualimin (dosen).
Kemudian Dekan fakultas Teknik Unila Helmy Fitiawan, ajudan Karomani bernama Adi Triwibowo, dan pihak swasta Andi Desfiandi.
Sementara dua pihak lainnya yang menyerahkan diri ke KPK untuk diperiksa yakni Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Unila Aswp Sukohar dan Tri Widioko selaku staf dari Heryandi.
Mereka diamankan oleh KPK di tiga tempat berbeda, yaitu Bandung, Lampung, dan Bali. KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap di Unila ini.
Mereka adalah Karomani (KRM) selaku penerima suap, Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB), sementara tersangka selaku pemberi suap adalah Andi Desfiandi (AD) pihak swasta.
Dalam konstruksi perkara, KRM, yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila itu berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila, dengan memerintahkan HY dan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, serta melibatkan MB untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, maka orang tua calon mahasiswa dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme pihak universitas. Rektor Unila mematok harga kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta kepada para orang tua.