Dorong KPK Jerat Terduga Pemberi Suap Eks Rektor Unila,Korupsi Penerimaan Mahasiswa Baru Semakin Subur di Tengah Kapitalisme Akademik

lpkpkntb.com – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menanggapi penangkapan Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karomani kini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran Unila tahun akademik 2022.

Kemudian, sumber yang merupakan dokter senior ini kemudian menyinggung mahalnya biaya pendidikan kedokteran di Indonesia. Menurutnya, jika biaya pendidikan kedokteran mahal maka akan berpotensi mengurangi keluhuran profesi dokter.

“Profesi dokter adalah profesi mulia karena terkait dengan kemanusiaan. Jika biaya pendidikan mahal maka akan berpotensi mengurangi keluhuran profesi,” kata dia.

Dilansir dari  laman Kirka.co, mengemuka beragam pandangan pasca Jaksa KPK membacakan surat tuntutannya terhadap eks Rektor Unila, Profesor Karomani pada 27 April 2023 kemarin di PN Tipikor Tanjungkarang.

Eks Rektor Unila, Profesor Karomani saat menjalani pemeriksaan dengan kapasitas sebagai saksi di PN Tipikor Tanjungkarang pada 4 April 2023. Foto: Arsip KIRKA.CO.

Salah satunya, KPK didorong untuk menjerat hingga memproses hukum para terduga pemberi suap eks Rektor Unila lainnya yang telah disimpulkan dan diidentifikasi Jaksa KPK di dalam uraian analisa yuridis pada surat tuntutannya.

Jaksa KPK dalam uraian surat tuntutannya menyimpulkan bahwa surat dakwaan terhadap eks Rektor Unila periode 2019-2023 tersebut telah terpenuhi dan terbukti.

Profesor Karomani disimpulkan telah terbukti melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dengan menerima uang yang dikategorikan sebagai Suap dan Gratifikasi.

Pada konteks penerimaan Suap ini, Jaksa KPK menyatakan bahwa Profesor Karomani menerima Suap dari 23 orang. Salah satu nama itu ialah Andi Desfiandi.

Adapun Andi Desfiandi telah divonis sebagai Pemberi Suap sebelum perkara Profesor Karomani diajukan ke muka persidangan.

Dalam perjalanan persidangannya, Andi Desfiandi divonis penjara selama 16 bulan karena terbukti menyuap Profesor Karomani. Atas vonis itu, Andi Desfiandi tidak mengajukan banding dan putusan terhadapnya telah berstatus inkrah.

Berangkat dari peristiwa yang menjerat Andi Desfiandi ini, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mendesak dan mendorong KPK untuk menjerat terduga pemberi Suap lainnya yang telah diidentifikasi Jaksa KPK.

MAKI berharap KPK melakukan tugasnya dengan profesional dan harus lah mempertimbangkan rasa keadilan.

”KPK itu kan kewajibannya untuk memberantas korupsi, menegakkan hukum. Jadi, jika tahu ini memang melibatkan banyak orang, ya harus ditegakkan hukum itu, siapa pun yang terlibat harus diproses untuk dicari alat buktinya. Jika ketemu dua alat bukti, ya dijadikan tersangka dan dibawa ke pengadilan, gitu.

Karena, ini kan dugaannya suap. Nah suap itu, penerima dan pemberinya, kan kena, gitu kan. Jadi, bisa diproses hukum,” kata Boyamin Saiman ketika menyampaikan pandangannya lewat rekaman suaranya pada 1 Mei 2023.

Menurut keyakinan Boyamin Saiman berdasar pada fakta persidangan yang ia cermati, KPK sebetulnya dapat mendalami lebih jauh terkait penerimaan uang yang dikategorikan sebagai penerimaan Gratifikasi oleh Profesor Karomani.

MAKI berpandangan, penerimaan Gratifikasi tersebut dapat ditelisik lebih jauh hingga patut diduga dapat dikategorikan sebagai penerimaan Suap.

Selain hal itu, MAKI berpandangan bahwa pihak yang turut menerima uang untuk Profesor Karomani maupun memberikan uang bersama-sama untuk Profesor Karomani dapat terjerat hukum.

Karena, ini kan dugaannya suap. Nah suap itu, penerima dan pemberinya, kan kena, gitu kan. Jadi, bisa diproses hukum,” kata Boyamin Saiman ketika menyampaikan pandangannya lewat rekaman suaranya pada 1 Mei 2023.