Advertisements
Advertisements
Artikel

DIA KIRA AKU KASIR DI SWALAYAN, PADAHAL AKU DOKTER KOAS

Advertisements
Advertisements
Advertisements

Part I

“Udah nggak bersisa lagi tabunganku, Za, mana lagi koas,” ucap Ifa—mahasiswi kedokteran yang mandiri sejak kedua orang tuanya tiada.

“Tinggal di kosanku saja dulu, Fa,” balas Cut Liza—sahabatnya di fakultas yang sama.

“Nggak ah, makasih Za, aku sudah banyak ngerepotin kamu. Hmm, sebenarnya ada sahabat mendiang papaku, nawarin mau bayarin semua kuliaku sampai selesai, tapi ….”

“Tapi …?” Cut Liza ikut mengulangi.

“Tapi, aku harus mau menikah dengan putranya.” Ada keragu-raguan di sorot mata sang calon dokter cantik itu.

“Kok kayak ragu, dia nggak ganteng?”

Latifa mendongak. “Ganteng sih, tentara batalyon dekat RST, tapi dia … SOMBONG!”

Tawa Cut Liza membahana. “Dia belum tahu aja siapa Ifa—mahasiswi paling favorit di kampus, cantik, calon dokter lagi!”

Latifa menyilangkan tangannya di dinding lorong rumah sakit. “Dia juga udah punya pacar, Za.”

Mata sahabatnya berkilat. “Nah, kamu lebih diuntungkan lagi tuh. Nikah aja sampai koas selesai, dia nggak bakal nyentuh kamu karena si tentara sombong itu udah punya pacar.”

Jemari Latifa menjentik. “Benar juga, ini sangat menguntungkanku. Eh, tahu nggak apa komennya setelah melihat fotoku?”

“Apa?”

“Katanya aku cewek kampungan,” ujar Latifa seraya menutup tangannya menahan tawa.

“Emang foto apa yang kamu kirim ke dia?”

Wajah Latifa memerah karena tertawa. “Fotoku abis cuci piring di acara hajatan saudara, pas itu pakai baju kurung, lengan tergulung asal-asalan, wajahku juga kucel banget. Sengaja sih, biar dia nggak menyukaiku.”

Gelak tawa Cut Liza ikut menambah riuh lorong rumah sakit. “Dia bakal kaget saat tahu seperti apa calon istrinya, dasar cowok! Don’t judge a book by its cover.”

Gelak tawa keduanya terhenti saat dokter senior menghardik. “Heh, Dokter Koas! Jangan berisik, ini rumah sakit!”

Latifa dan Cut Liza mengubah sikap. “Mohon maaf, Dok.”

“Kabur, Fa!”

“Iya, Liza, kembali ke pasien!”

**

Februari 2004

Akhirnya Latifa menyetujui perjodohan dengan seorang tentara bernama Yogi, tanpa pernah bertemu, mereka hanya berkomunikasi di telepon beberapa kali dan juga melalui calon mertuanya.

Di sela-sela kesibukkannya sebagai dokter koas, pikiran Latifa terbagi pula dengan pengurusan pernikahan dinas. Untung saja dalam hal lainnya, calon mertuanya banyak membantu, sedangkan sang calon mempelai pria terkesan cuek dengan pernikahan ini, alih-alih memang dia sedang tugas di luar pulau.

“Liza, kalau aku dicari Dokter Amber, bilang aku lagi ada urusan di kampus, ya!” ujar Latifa dengan terburu-buru, jas dokternya pun dilipat asal, berkali-kali ia menengok arloji.

Semoga nggak telat!

Dengan ojek, Latifa berangkat ke batalion calon suaminya untuk mengikuti rangkaian pernikahan dinas tahap selanjutnya. Menikah dengan seorang prajurit bukan dibilang mudah, calon istri harus melalui tahapan-tahapan pengurusan dokumen, SKCK, periksa kesehatan, juga mengisi banyak sekali soal-soal persis sedang mengikuti seleksi kerja saja. Sialnya, karena Yogi sedang tugas, ia harus mengurus seorang diri.

“Permisi, Om, mau kumpulin sampul D dari Kodim sudah jadi, di mana?” Peluh keringat membanjiri pelipis sang calon dokter yang datang terburu-buru.

“Masuk aja di dalam, Mbak. O ya, calonnya mana?” tanya tentara berkumis lele yang sedang berjaga di pos.

“Calon saya sedang tugas, Om.”

“Oh, gitu. Mau saya temanin, juga nggak pa-pa, Mbak,” ucapnya percaya diri.

Gadis berambut panjang yang sedang dicepol itu sontak melongo. Latifah membaca nama dada di seragamnya. Kasino? Ganjen banget ini si om!

Senyum datar ditampakkan Latifa di wajah cantiknya. “Permisi dulu, ya, Om.”

Kabur!

Tiba di ruangan, Latifa mengumpulkan sampul D ke prajurit yang bertugas.

“Setelah ini saya ngurus apa lagi, Om?” tanyanya dengan raut lelah. Sejak kemarin rute RST-kampus-kodim-batalion sudah jadi santapan sehari-hari sejak awal bulan ini.

“Saya bikinkan surat pengantar, ya, Mbak, untuk rikes di RST.”

Lagi-lagi Latifah melongo. “Di mana, Om?”

“RST.”

Lemes. Wajah Latifa pucat karena RST tempatnya koas. Dia berniat menyembunyikan pernikahannya dari teman-temannya.

Kenapa harus ke sana? Gawat, teman-temanku jadi tahu nih kalau aku mau nikah!

Page: 1 2

Advertisements
lpkpkntb

Recent Posts

KPK, Ayo Turun! Gedung Sekolah di NTB Jadi Ladang Korupsi

Ketua Umum DPP Sasaka Nusantara, Lalu Ibnu Hajar, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia…

6 jam ago

Gedung Sekolah Jadi Proyek Terkorup? Miliaran Hilang dalam Dugaan Skandal DAK NTB

Ketua Umum DPP Sasaka Nusantara, Lalu Ibnu Hajar, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia…

8 jam ago

OTT Dikbud NTB: Pejabat dan Uang Rp 50 Juta Diamankan Polisi!

Polresta Mataram berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap seorang pejabat penting di Dinas Pendidikan…

14 jam ago

Dugaan Proyek Asal Jadi, Jembatan Penghubung Lombok Tengah Hancur Sebelum Selesai

Lalu Ibnu Hajar Ketua Umum DPP Ormas Sasaka Nusantara NTB Investigasi Proyek Pembangunan Jembatan Penghubung…

14 jam ago

Gunung Emas Melimpah di Arab Saudi, Akankah Dunia Berada di Ambang Bencana?

Berita mengenai "Gunung Emas" di Arab Saudi telah menarik perhatian banyak orang, terutama yang mengaitkannya…

1 hari ago

Jual Beli Proyek atau Pembangunan? Drama Dana DAK NTB Memanas!

Terkait dugaan jual beli proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) yang muncul tuntutan dari sejumlah pihak…

1 hari ago