Jakarta, 15 Oktober 2024 – Ribuan pelamar Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) 2024 merasa sangat dirugikan akibat penurunan drastis kuota penerima beasiswa. Aliansi Pejuang Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) 2024 resmi mengajukan tuntutan kepada pemerintah, menyoroti dampak buruk penurunan ini terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, khususnya dosen yang berjuang melanjutkan studi doktoral.
Dalam pernyataan yang disampaikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), DPR RI, serta Presiden Joko Widodo, Aliansi Pejuang BPI mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas ribuan pelamar yang dinyatakan tidak lulus tanpa penjelasan transparan. Penurunan kuota BPI di tahun 2024 dinilai sangat merugikan, terutama bagi para dosen yang membutuhkan dukungan finansial untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral (S3), yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
BACA:Krisis Anggaran Beasiswa BPI: Mahasiswa Pertanyakan Nasib dan Desak Solusi Konkret
“Kuota Minim, Ribuan Peserta Tak Lulus: Pendidikan Indonesia di Ambang Krisis”
Data yang dihimpun oleh Aliansi Pejuang BPI menunjukkan bahwa kuota Beasiswa BPI 2024 hanya mencapai 700 penerima untuk semua jalur skema yang seharusnya kuota sebanyak 3000 penerima beasiswa, sementara ribuan pelamar, termasuk dosen, guru, dan pelaku budaya, dinyatakan tidak lulus seleksi. Dampaknya sangat terasa, khususnya bagi para dosen yang membutuhkan studi doktoral sebagai syarat peningkatan jabatan akademik. Dengan ketidaklulusan ini, ribuan dosen terpaksa menunda atau bahkan menghentikan rencana studi lanjut mereka, yang dapat berujung pada stagnasi pengembangan SDM di perguruan tinggi.
“Pendidikan Doktoral, Kunci Utama SDM Unggul”
Aliansi Pejuang BPI menegaskan bahwa studi doktoral bagi dosen harus menjadi prioritas utama dalam penambahan kuota Beasiswa BPI. Data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) menunjukkan bahwa hanya sekitar 12% dosen di Indonesia yang memiliki kualifikasi doktoral, padahal target pemerintah pada tahun 2025 adalah minimal 30%. Tanpa dukungan beasiswa yang memadai, banyak dosen tidak memiliki sumber daya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral, yang pada akhirnya menghambat pencapaian target nasional tersebut.
“Dosen yang berkualifikasi doktoral adalah motor penggerak riset dan inovasi di universitas. Tanpa mereka, Indonesia akan tertinggal dalam hal kualitas pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah yang dibutuhkan untuk bersaing di tingkat internasional,” ujar perwakilan Aliansi Pejuang BPI.
“Ribuan Dosen dan Pelamar Merasa Dirugikan”
Banyak pelamar Beasiswa BPI tahun ini yang merasa dirugikan karena hasil seleksi yang tidak transparan dan tidak adanya mekanisme untuk mengajukan keberatan. Aliansi Pejuang BPI mencatat bahwa sebagian besar pelamar yang tidak lulus adalah dosen dan guru yang sangat membutuhkan beasiswa untuk melanjutkan studi. Tidak adanya penjelasan yang memadai mengenai alasan ketidaklulusan mereka hanya menambah kekecewaan terhadap proses seleksi yang dianggap kurang transparan.
“Dosen yang telah mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dari universitas terkemuka seluruh Indonesia kini harus menunda dan berhenti studi mereka karena tidak mendapatkan beasiswa. Ini bukan hanya merugikan mereka secara finansial, tetapi juga mengganggu proses pengembangan karir dan kualitas pendidikan yang dapat mereka berikan kepada mahasiswa,” tambah Aliansi Pejuang BPI.