Beberapa aktivis dan intelektual dari Belanda, seperti Pieter Brooshooft (wartawan), C.Th. van Deventer (politikus), dan Dr. H.W. van Kol (sosialis), mengkritik sistem tanam paksa dan menuntut adanya perubahan kebijakan yang lebih adil dan manusiawi bagi rakyat Indonesia. Mereka memperjuangkan gagasan politik etis, yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memiliki tanggung jawab moral untuk memperhatikan kesejahteraan dan kemajuan rakyat Indonesia. Gagasan ini didukung oleh Ratu Wilhelmina, yang pada tanggal 17 September 1901 menyampaikan pidato pembukaan parlemen Belanda yang menegaskan adanya hutang budi (een eerschuld) terhadap rakyat Indonesia.
Dampak Politik Etis
Politik etis memiliki dampak positif dan negatif bagi perkembangan nasionalisme Indonesia. Dampak positifnya adalah:
- Meningkatnya kesejahteraan rakyat Indonesia, terutama di bidang pertanian dan perkebunan.
- Meningkatnya kesadaran rakyat Indonesia akan hak-hak mereka sebagai manusia dan bangsa yang berdaulat.
- Meningkatnya jumlah dan kualitas intelektual dan pemimpin Indonesia, yang kemudian menjadi pelopor dan tokoh pergerakan nasional Indonesia, seperti Ki Hajar Dewantara, Mohammad Hatta, Soekarno, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.
- Meningkatnya semangat persatuan dan solidaritas antara rakyat Indonesia dari berbagai suku, agama, dan daerah, yang mendorong terbentuknya organisasi-organisasi nasionalis, seperti Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain.
Dampak negatifnya adalah:
- Meningkatnya eksploitasi sumber daya alam Indonesia oleh Belanda, terutama di daerah-daerah transmigrasi dan perkebunan.
- Meningkatnya ketimpangan sosial dan ekonomi antara rakyat Indonesia dengan orang-orang Belanda dan golongan priyayi (bangsawan) yang bekerja sama dengan Belanda.
- Meningkatnya diskriminasi rasial dan politik terhadap rakyat Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda, yang membatasi hak-hak sipil dan politik rakyat Indonesia.
- Meningkatnya ketegangan dan konflik antara rakyat Indonesia dengan pemerintah kolonial Belanda, yang berujung pada perlawanan dan pemberontakan rakyat Indonesia, seperti Peristiwa Komunis 1926-1927, Peristiwa G30S/PKI 1965, dan lain-lain.
Isi Kebijakan Politik Etis
Politik etis berfokus pada tiga program utama, yaitu:
- Irigasi: program ini bertujuan untuk membangun dan memperbaiki fasilitas pengairan untuk mendukung sektor pertanian dan perkebunan di Indonesia. Beberapa contoh proyek irigasi yang dilakukan adalah pembangunan waduk Jatiluhur di Jawa Barat, bendungan Wonogiri di Jawa Tengah, dan jaringan irigasi di Bali.
- Emigrasi: program ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dengan mengajak rakyat Indonesia untuk bertransmigrasi ke daerah-daerah lain di luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Program ini juga dimaksudkan untuk membuka lahan baru untuk perkebunan-perkebunan milik Belanda.
- Edukasi: program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan memperluas akses pendidikan bagi rakyat Indonesia. Beberapa contoh upaya yang dilakukan adalah mendirikan sekolah-sekolah rakyat (volksschool), sekolah-sekolah lanjutan (middelbare school), sekolah-sekolah teknik (ambachtsschool), sekolah-sekolah guru (kweekschool), sekolah-sekolah pertanian (landbouwschool), dan sekolah-sekolah tinggi (hogeschool).
Sumber Referensi
(1) Politik Etis – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Politik_etis.
(2) Sejarah Politik Etis: Tujuan, Tokoh, Isi, & Dampak Balas Budi – Tirto.ID. https://tirto.id/sejarah-politik-etis-tujuan-tokoh-isi-dampak-balas-budi-gao6.
(3) Politik Etis : Sejarah, Pengertian, Latar Belakang, Isi, Pelaksanaan …. https://www.pelajaran.co.id/politik-etis/.
(4) Latar Belakang & Prinsip Dasar Politik Etis Van Deventer – Materi …. https://www.zenius.net/blog/isi-politik-etis-adalah-van-deventer.
(5) Politik Etis – Latar Belakang, Isi Kebijakan, Tujuan, Tokoh, Dampak. https://www.studiobelajar.com/politik-etis/.