Operator pabrik TEPCO mengolah air melalui sistem pemrosesan ALPS untuk menghilangkan hampir semua unsur radioaktif kecuali tritium.
Perusahaan berencana untuk mengencerkannya sebelum membuangnya ke laut selama beberapa dekade.
“Jepang masih memiliki banyak masalah dalam hal legitimasi pembuangan laut, keandalan peralatan pemurnian, dan kelengkapan rencana pemantauan,” pungkas China.
Sebelumnya, Korea Selatan (Korsel) juga dilanda panic buying gegara Jepang. Negeri Ginseng itu mulai menimbun garam laut dan barang-barang lainnya dalam jumlah berlebihan.
Hal ini juga disebabkan rencana di PLTN Fukusima.
Otoritas perikanan Korsel telah berjanji untuk meningkatkan upaya memantau tambak garam alami untuk setiap kenaikan zat radioaktif dan mempertahankan larangan makanan laut dari perairan dekat Fukushima.
“Saya baru saja membeli lima kilogram garam,” kata Lee Young Min, ibu dua anak berusia 38 tahun, menambahkan bahwa dia belum pernah membeli garam sebanyak itu sebelumnya.
“Sebagai seorang ibu membesarkan dua anak, saya tidak bisa hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa. Saya ingin memberi mereka makan dengan aman,” pungkasnya kepada Reuters.
Panic buying telah menyebabkan kenaikan harga garam di Korsel sebesar 27% pada Juni.
Korea pun telah memutuskan untuk melepaskan sekitar 50 metrik ton garam per hari dari stok bahkan memberi diskon 20% dari harga pasar hingga 11 Juli.
Sebenarnya Jepang telah berulang kali berupaya meyakinkan bahwa airnya aman dan telah disaring untuk menghilangkan sebagian besar isotop meskipun mengandung jejak tritium, isotop hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.
Namun hal ini masih menjadi kekhawatiran bagi para nelayan dan konsumen hasil laut.
Sumber Artikel: CNBC Indonesia. **