Tiga bulan setelahnya, tepatnya 20 Juni-6 Juli 1966, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menggelar Sidang Umum.
Terjadi dua peristiwa besar dalam momen itu. Pertama, ditolaknya pidato pertanggungjawaban Soekarno berjudul Nawaksara. Lalu, ditetapkannya Supersemar melalui TAP MPRS Nomor IX/MPRS/1966.
Soekarno bukannya tinggal diam. Dia sempat mengecam aksi Soeharto yang menurutnya menyalahgunakan Supersemar dengan mengeluarkan pidato berjudul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah alias Jas Merah.
Namun, pidato itu tak berarti banyak. Kekuasaan Bung Karno perlahan mulai digerogoti.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam pernah mengatakan, upaya pembunaran PKI bisa dilihat dari sisi politis dan bukan ideologi.
Menurut Asvi, pembubaran PKI memudahkan upaya perebutan kekuasaan dari tangan Soekarno.
Asvi mengatakan, saat itu Soeharto berupaya memisahkan Soekarno dari orang-orang terdekat dan para pendukungnya yang setia.
“PKI itu pendukung Soekarno. PKI itu dibubarkan bukan karena ideologinya, tetapi karena partai yang mendukung Soekarno,” kata Asvi seperti yang di kutip Kompas.com, 6 Maret 2016.
“Kabarnya anggotanya mencapai 3 juta orang. Artinya, 3 juta pendukung Soekarno itu sudah bubar,” tuturnya.
Seolah tak cukup merongrong kekuasaan Seokarno dengan membubarkan PKI dan mengganti para menteri, Soeharto juga membubarkan pasukan pengawal Presiden, Tjakrabirawa.
Mereka dipulangkan ke daerah masing-masing pada 20 Maret 1966. Pemulangan itu dilakukan terhadap empat batalyon dan satuan detasemen atau sekitar 3.000 sampai 4.000 orang.
“Orang-orang yang menjaga dan loyal kepada Soekarno itu disingkirkan. Mereka adalah kekuatan pendukung Bung Karno. Kemudian, tugasnya diserahkan kepada Pomdam Jaya. Seakan Soeharto ingin mengurung dan mengawasi Soekarno, bukan mengamankan,” tutur Asvi.
Hari-hari setelahnya, Soeharto menjadikan Soekarno “tahanan rumah” di Istana Bogor, lalu di Wisma Yaso di Jakarta.
Sang presiden pertama RI pun turun tahta setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak MPRS pada 22 Juni 1966.
Tak sampai setahun setelahnya tepatnya Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai “pejabat presiden”. Soeharto resmi menjabat presiden sejak 26 Maret 1968 dan berkuasa selama 32 tahun lamanya di Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari www.lpkpkntb.com.Heboh..!!! Netizen Bereaksi atas 10 Prestasi Puan Maharani..!! Apa Saja ?