lpkpkntb – Aidit jatuh ke dalam sumur dalam kondisi berpidato membela komunis. Dia komunis sejati hingga akhir hayatnya.
Hilang sudah hafalan Al-Qur’annya semasa kecil. Hilang sudah segala ingatan menjadi santri di kampung halamannya.
(Mengingatkan hari ini 30 september)
Namanya Ahmad Aidit. Dia tinggal di Belitung. Ayahnya seorang ulama yang disegani di kampungnya. Pendiri sebuah sekolahan Muhammadiyah di Belitung. Ayahnya asli Minangkabau yang terkenal taat beragama.
Sewaktu kecil, Aidit rajin mengaji. Suaranya yang bagus dan lantang, menyebabkan ia sering disuruh mengumandangkan .adzan. Saat itu belum ada TOA.
Sehingga suaranya yang lantang diandalkan untuk memanggil orang-orang untuk shalat berjamaah.
Sorot matanya tajam, menandakan kecerdasan otaknya. Dia memang sangat cerdas. Bisa menyerap ilmu agama dengan baik.
Juga sering diminta membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dalam berbagai acara peringatan keagamaan.
Siapa sangka sosok santri itu akan berubah drastis menjadi sosok terpenting PKI di negeri ini? Siapa sangka sosok pembaca ayat suci Al-Qur’an itu menjadi otak pemberontakan G30SPKI? Sungguh mahal hidayah Allah.
Hanya orang-orang yang dipilih-Nya saja yang bisa istiqomah hingga akhir hayat.
Semua berawal dari pergaulan yang salah. Saat melanjutkan Sekolah Dagang di Jakarta, Aidit berteman dengan para aktifis komunis. Nilai-nilai relijius yang dianutnya semasa kecil, sirna begitu saja.
Aidit tenggelam dalam buku-buku Marxisme-Leninisme. Dan dia hanyut dalam pemikiran dan pergerakan kaum palu arit.