APAKAH SEMUA MEREKA YANG MEMBERONTAK KEPADA PENGUASA ADALAH KHAWARIJ?

lpkpkntn.com – Permasalahan seputar pemberontakan melawan pemimpin yang dzolim merupakan sesuatu yang telah menjadi perbedaan pendapat di kalangan Ahlus-Sunnah, yaitu memberontak kepada seorang pemimpin muslim, bukan memberontak kepada pemimpin yang kafir, karena sudah menjadi ijma’ akan bolehnya memberontak melawan penguasa yang kafir. Ijma’ ini telah disebutkan dibeberapa tempat oleh para ulama, dan diantara mereka adalah Al-Qadhi Iyad, Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany, Imam Nawawi dan masih banyak yang lainnya semoga Allah merahmati mereka semuanya.

Sekelompok shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam, memberontak kepada penguasa di masa mereka, Talha bin ‘Ubaidullah memberontak kepada penguasa dan dia termasuk salah seorang dari 10 shahabat yang dijanjikan surga. Az-Zubair bin al-Awwam mengangkat senjata terhadap penguasa dan dia juga termasuk salah seorang dari 10 shahabat yang dijanjikan surga.

Ummul mu’minin ‘Aisyah semoga Allah meridhoinya, berbicara lantang melawan penguasa, dan diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam berkata dalam riwayat At-Tirmidzi, bahwa ‘Aisyah akan menjadi istri beliau shalallahu ‘alaihi wassallam di surga.

Husain bin Ali memberontak melawan Yazid dan dia dan saudaranya (Hasan bin Ali) adalah pemimpin para pemuda di surga, Mu’awiyyah bin Abi Sufyaan semoga Allah meridhoinya, memberontak melawan penguasa, An-Nu’man Basyir memberontak melawan dinasti Ummayah, semoga Allah meridhoinya.

Lebih dari satu shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam memberontak melawan penguasa dimasa mereka, apakah ada yang berani menyebut mereka sebagai Khawarij? Maukah anda memperhatikan bahwa mereka menerima kabar gembira akan surga, apakah ada orang yang berani menuduh mereka dengan khawarij? Apakah ada yang berani berkata sesuatu tentang mereka? Apakah ada yang berani mengatakan bahwa mereka adalah anjing-anjing neraka? Apakah ada yang berani mengatakan hal ini?

Tabi’in memberontak terhadap penguasa, sekompok tabi’in telah memberontak melawan penguasa dimasa mereka, diantara mereka adalah Abdullah, putra seorang lelaki yang dimandikan oleh malaikat, yang pada malam pernikahannya ia sedang bersama istrinya tatkala mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam berkata, “…Wahai penunggang kuda Allah, Tunggangilah kuda kalian..” ia keluar dari kamarnya dan belum sempat mandi janabah lalu ia terbunuh dalam peperangan, dan malaikat memandikannya diantara langit dan bumi, putranya Abdullah memberontak melawan penguasa dinasti Ummayyah.

Abdullah bin Zubair putra salah seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam, ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, wanita dengan dua ikat pinggang, neneknya dari jalur ayahnya adalah bibi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, Shafiyyah, kakeknya dari jalur ibunya adalah Abu Bakar semoga Allah meridhoinya, dan bibinya adalah adalah ummul mu’minin ‘Aisyah semoga Allah meridhoinya. Abdullah bin Zubair juga memberontak kepada penguasa dinasti Umayyah. Sebagaimana penduduk Madinah keluar melawan penguasa mereka, demikian juga penduduk Al-Basrah melawan penguasa mereka, sebagaimana yang dikisahkan olehh Al-Hafidz ibnu Hajar semoga Allah merahmatinya, bahwa Hakim dari Basrah memberontak melawan penguasa, Imam Asy-Sya’bi memberontak, Imam ibnu Abi Nitur memberontak, Imam Sa’id ibn Jubair memberontak dan yang lain-lain memberontak melawan penguasa dimasa mereka, Imam Sa’id bin Jubair keluar dan mendukung mereka yang melawan dinasti Abasiyyah dengan hartanya dan para pemuda.

Imam Abu Hanifah An-Nu’man rahimahullah, berkata mengenai orang-orang yang terbunuh karena memberontak kepada penguasa dinasti Abasiyah sebagaimana yang dikatakan oleh oleh Al Mansur Abi Ja’far “…Mereka seperti terbunuh dalam perang Badar…” beliau berkata “…celakalah aku yang tidak berada di posisi mereka…”.
[2/1 8.23 AM] oppoqu: Demikian pula Imam Malik rahimahullah, ketika ditanya tentang kebolehan memberontak melawan Al-Mansur di tahun 145 Hijriyah, ia membolehkan pemberontakan tersebut, mereka berkata beliau, “…Kita telah berbai’at, kita telah mengikatkan bai’at dileher kita kepadanya (penguasa)…” Beliau (Imam Malik) berkata, “…akan tetapi kalian telah dipaksa, dan tidak ada bai’at atas orang yang dipaksa…”. Imam Malik memberikan fatwa dalam masalah ini, demikian pula halnya Imam Syafi’i dalam qaul qadimnya, ia memandang bolehnya memberonta melawan penguasa tiran.

Imam Ahmad rahimahullah, yang banyak dibicarakan orang dimasa ini lalu mereka mencoba untuk mengklaim bahwa Imam Ahmad sepaham dengan mereka, dengan mengaku berpegang kepada madzhab Imam Hambali. Dimasa Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ahmad bin Nasr Khuza’i memberontak melawan penguasa, ia memberontak dengan pedang dan berperang hingga terbunuh. Ketika mereka membunuh Imam Ahmad bin Nasir Al-Khuza’i sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa An-Nihayah, “Imam Ahmad (bin Hanbal) menangis atas kematiannya, dan itu membuatnya sangat sedih, dan membuatnya sedih dalam waktu yang lama..” dan beliau berkata, “…semoga Allah merahmatinya, sungguh dia telah berperang dengan jiwanya di jalan Allah…”,

Renungkanlah pelajaran dari Imam Ahmad yang dapat diambil dari pemberontakan melawan penguasa di masanya, yang mana ia berkata (memuji Ahmad bin Nasir) , “…semoga Allah merahmatinya, sungguh ia telah berperang dengan jiwanya di jalan Allah…” apakah mereka mampu berkata seperti ini wahai mereka yang hanya mengaku-ngaku berada diatas madzhab Imam Ahmad hari ini? Apakah mereka sanggup mengatakan perkataannya yang memberontak melawan penguasa, apakah mereka mampu mengatakan perkataan yang diucapkan oleh pemberontak yang berkata, “…semoga Allah merahmatinya, sungguh ia telah berperang dengan jiwanya di jalan Allah..”, ataukah mereka akan berkata, “…mereka itu sesat…”, “…mereka adalah anjing-anjing neraka..” dan berkata, “..kalaulah bukan karena takut dengan teguran Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam saya sudah akan membunuhnya…maka timbanglah diantara dua macam hukum, fiqh salaf dan fiqh khalaf (yang mencampurkan kebatilan dan kesalahan kedalam fiqh salaf)

Jika engkau mengikuti seseorang yang memiliki kemuliaan kami katakan,

Engkau benar akan tetapi alangkah malang nasibnya,

Dan ceramah yang disandarkan padanya, tidak dapat dijadikan hujjah

Lalu ceramah anak-anak telah memonopolinya.

Maka ini adalah kasus Imam Ahmad, da nada juga kasus yang lainnya di umat ini, Imam Abu Al-Arab At-tamimi rahimahullah, memberontak kepada penguasa dimasanya, di Aljazair, beliau adalah penulis kitab “Al-Mihaan”, beliau wafat pada tahun 333H, akan tetapi sebelum itu Imam Al-Jadda memberontak melawan penguasa dimasanya juga. Dan diantara mereka kami melihat bolehnya mengangkat senjata melawan penguasa yang dzolim adalah Imam Ibnu Hazm rahimahullah, beliau menjelaskan dalam kitabnya “Al-Fishal Milal wa An-Nihaal” dan yang lainnya itu Imam Al-Ghazali yang wafat tahun 505 H, Imam Al-Jauzi dari kalangan madzhab Hambali dan Imam Ibnu Al Razil, Imam Ibnu Aqil yang juga bermadzhab Hambali dan selain dari mereka dari kalangan ulama Islam yang memandang bolehnya memberontak kepada seorang penguasa fasiq.