MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK, Saldi Isra, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.
Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10).
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) setelah menemukan fakta bahwa Anwar Usman terbukti membujuk hakim lain terkait gugatan batas usia minimum cawapres nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas Tsaqibbirru.
MKMK menjelaskan upaya pembujukan tersebut tercantum dalam putusan MKMK atas sidang etik hakim Anwar Usman yang dibacakan kemarin.
“Hakim Terlapor dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti melakukan upaya membujuk sesama rekan hakim untuk menentukan sikap dalam putusan karena alasan politik pribadi Hakim Terlapor,” tulis putusan tersebut.
MKMK menyampaikan, kesimpulan itu didapat dari dua hakim konstitusi, rekan sesama ‘pengadil hukum’ Anwar Usman.
Namun, tidak ada penjelasan lebih jauh bagaimana Anwar membujuk hakim lain, sejauh mana upaya itu berhasil, dan keterangan hakim mana yang digunakan. (*)