AGAMA  

6 Sifat-Sifat Kelompok yang Sering di Sebut Wahhabi Dalam Kacamata Kebanyakan Orang

lpkpkntb.com – Dewasa ini sering kita mendengar istilah atau kata wahhabi, kata ini sering muncul di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak jarang menimbulkan pro dan kontra serta gesekan di grass root (akar rumput), ada yang membencinya, ada yang mengaguminya, dan ada pula yang cuek dan tidak mau tau tentangnya, stigma jelek pun banyak disematkan pada golongan yang sering disebut dengan wahhabi ini, mulai dengan gelar radikal, teroris, garis keras, fundamentalis, mujassimah, takfiry, dan seterusnya.

Akan tetapi kelompok yang sering disebut wahhabi ini menolak penamaan atau julukan “wahhabi” tersebut, mereka lebih sering menyebut dakwahnya dengan dakwah sunnah, atau dakwah salafiyah ahlussunnah wal-jama’ah.

Tulisan ini berusaha objektif dalam mencari dan memaparkan ciri-ciri kelompok yang sering di gelari dengan nama wahhabi tersebut, kemudian kita timbang sifat-sifat yang melekat pada kelompok tersebut dengan pemahaman ahlussunnah wal jamaa’ah yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah serta interpretasi yang benar dari ulama’ yang terbukti kredibilitasnya, dari kalangan sahabat, tabi’in, atau mereka yang datang setelahnya seperti imam empat dan lain-lainnya.

Berikut sifat-sifat kelompok yang sering di sebut wahhabi dalam kacamata kebanyakan orang seperti yang di tulis, Ustadz Fadlan Fahamsyah, LC, MA.

*1. Wahhabi adalah kelompok jenggotan (jama’ah jenggot).?*

Di antara ciri yang sering ditonjolkan dalam mensifati kelompok wahhabi adalah jenggot lebat dan panjang, sehingga kita sering menyaksikan setiap ada orang yang berjenggot langsung dikatakan : wahhabi.

Lantas, hal yang perlu kita timbang di sini adalah apa sih hukum memelihara jenggot? Apakah ini doktrin wahhabi ataukah ini merupakan salah satu hal yang memiliki dasar hukum dalam Islam.

Berkenaan dengan memelihara jenggot, ada riwayat dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

”Potonglah kumis kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Muslim no. 259].

Dalam riwayat lain:

«أَنْهَكُوا الشَّوارِبَ ، وأَعفُوا اللِّحى».

”Potong sampai habis kumis kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Al-Bukhari no. 5554].

« جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ ».

”Potong/cukurlah kumis kalian dan panjangkanlah jenggot. Selisilah oleh kalian kaum Majusi” [HR. Muslim 3/151 no. 260].

Hadits-hadits di atas sangat jelas mengandung perintah memanjangkan jenggot.

*Lantas bagaimana hukum memelihara jenggot menurut ulama syafi’iyyah?*

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah sebagai tokoh sentral madzhab syafi’iyyah telah melarang untuk memotong jenggot, hal ini sebagaimana yang dituturkan imam Ibnu Rif’ah, beliau berkata:

إِنَّ الشَّافِعِي قَدْ نَصَّ فِي الأُمِّ عَلَى تَحْرِيْمِ حَلْقِ اللِّحْيَةِ

Sungguh Imam Syafi’i telah menegaskan dalam kitabnya Al-Umm, tentang haramnya menggundul jenggot. [1]

Hal senada juga dituturkan al-Imam an-Nawawi asy-Syafi’i, beliau berkata:

والمخْتَارُ تَرْكُ اللِّحْيَةِ عَلَى حَالِهَا وَأَلَّا يَتَعَرَّضُ لَهَا بِتَقْصِيْرِ شَيْءٍ أَصْلًا

“Pendapat yang terpilih adalah membiarkan jenggot apa adanya, dan tidak memendekkannya sama sekali” [2]

Setelah melihat beberapa dalil dan pendapat ulama’ di atas bisa kita simpulkan bahwa memelihara jenggot adalah salah satu ajaran islam, yang hendaknya seorang muslim berkomitmen untuk menjalankannya, dalil di atas juga menggugurkan pandangan orang awam yang mengatakan bahwa memelihara jenggot adalah doktrin wahhabi, tentunya anggapan seperti ini tidaklah benar, akan tetapi yang benar adalah salah satu ajaran nabi dan para ulama’. Sehingga bisa dikatakan bahwa yang memelihara jenggot bukanlah wahhabi akan tetapi pengikut nabi.

*2. Wahhabi adalah kelompok celana cingkrang?*

Di antara ciri wahhabi menurut sebagian kalangan adalah mereka yang mengenakan celana atau gamis di atas mata kaki (cingkrang).

*Bagaimana islam mendudukkan masalah ini?*

Dalam kaca mata syariat, menjulurkan pakaian di atas mata kaki disebut dengan isbal, dan dalam hal ini terdapat hadits dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ

“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)

*Bagaimana hukum isbal (menjulurkan pakaian di bawah mata kaki) menurut ulama syafi’iyyah?*

Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

وَحَاصِلُهُ: أَنَّ الإِسْبَالَ يَسْتَلْزِمُ جرَّ الثّوْبِ، وَجَرُّ الثَّوْبِ يَسْتَلْزِمُ الخُيَلَاءَ، وَلَوْ لَمْ يَقْصُدْ اللَّابِسُ الخُيَلَاء، وَيُؤَيِّدهُ: مَا أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ بنُ مَنِيعٍ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنِ ابْنِ: ( وَإَيّاكَ وَجَرّ الإِزَارِ؛ فَإِنَّ جَرَّ الإِزَارِ مِنَ المخِيْلَةِ

“Kesimpulannya, isbal itu pasti menjulurkan pakaian. Sedangkan menjulurkan pakaian di bawah mata kaki itu melazimkan kesombongan, walaupun si pemakai tidak bermaksud sombong. Dikuatkan lagi dengan riwayat dari Ahmad bin Mani’ dengan sanad lain dari Ibnu Umar. Di dalam hadits tersebut dikatakan ‘Jauhilah perbuatan menjulurkan pakaian, karena menjulurkan pakaian itu adalah kesombongan‘” [3]

Jika demikian keadaannya, berarti celana cingkrang bukanlah ciri wahhabi akan tetapi ciri pengikut nabi.

*3. Wahhabi dikatakan anti Ziarah Kubur?*

Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang ziarah kubur dikarenakan dekatnya kaum muslimin dari zaman kejahiliyaan, Rasulullah takut kuburan ini dijadikan wasilah menuju kesyirikan sehingga beliau melarang ziarah kubur. Kemudian dengan bertambahnya pemahaman keIslaman para sahabat di masa itu maka Rasulullah mengizinkan dilaksanakannya ziarah kubur bahkan menjadikannya termasuk bagian dari syari’at Islam dengan tujuan ziarah tersebut untuk mengingatkan yang masih hidup akan kematian dan kehidupan akherat.

Hal di atas sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Buraidah Ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ

Sesungguhnya Dahulu Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian ke kubur karena itu akan mengingatkan kamu terhadap hari akhirat. (HR. Muslim no.977dan Ahmad: 1173 Dishohihkan oleh al- Albani dalam Silsilah Shohihah 2/545).

*Apakah kelompok yang dikatakan wahhabi ini anti ziarah kubur?*

Penulis kitab Muhammad Bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlum Muftara Alaihi menuturkan bahwa Syekh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah dan pengikutnya bukanlah orang yang anti ziarah kubur, bila mana ziarah tersebut dilakukan sesuai dengan tuntunan islam yaitu untuk mendoakan ahli kubur dan untuk mengingat kematian dan hari akherat. Hanya saja beliau mengingkari terjadinya penyimpangan dalam ritual ziarah kubur tersebut, seperti: berdoa dan meminta kepada ahli kubur. [4]

Beliau dan pengikutnya juga mengingkari adanya bangunan atau kubah-kubah di atas kuburan, hal tersebut berdasarkan pada hadits dari Jabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu berkata :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya”. (HR. Muslim no. 970, Abu Dawud no. 3225)

Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu untuk meratakan kuburan yang ditinggikan dan diagungkan, hal itu sebagaimana riwayat berikut ini:

عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: ” أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ ”

Dari Abul-Hayyaj Al-Asadi, ia berkata : ‘Ali bin Abi Thaalib pernah berkata kepadaku : “Maukah engkau aku utus sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku ? Hendaklah engkau tidak meninggalkan gambar-gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan” HR. Muslim no. 9690).

*Pendapat Imam syafi’i dalam masalah bangunan di atas kuburan*

Al-Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah berkata :

وَأُحِبُّ أَنْ لاَ يُبْنَى وَلَا يُجَصَّصَ فَإِنَّ ذَلِكَ يُشْبِهُ الزِّيْنَةَ وَالخُيَلَاءَ وَلَيْسَ الموْتُ مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا وَلَمْ أَرَ قُبُورَ المهَاجِرِيْنَ وَالاَنْصَارَ مُجَصَّصَةً …… وَقَدْ رَأَيْتُ مِنَ الوُلَاةِ مَنْ يَهْدِمُ بِمَكّةَ مَا يُبْنَى فِيْهَا فَلَمْ أَرَ الفُقَهَاءَ يَعِيْبُونَ ذَلِكَ

“Dan aku senang jika kubur tidak dibangun dan tidak dikapur/disemen, karena hal itu menyerupai perhiasan dan kesombongan. Orang yang mati bukanlah tempat untuk salah satu di antara keduanya. Dan aku pun tidak pernah melihat kubur orang-orang Muhaajiriin dan Anshaar dikapur. Dan aku telah melihat para penguasa meruntuhkan bangunan yang dibangun di atas kubur di Makkah, dan aku tidak melihat para fuqahaa’ mencela perbuatan tersebut” [5]

Al-Imam an-Nawawi AsySyafii berkata:

وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى كَرَاهَةِ بِنَاءِ مَسْجِدٍ عَلَى الْقَبْرِ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ مَشْهُورًا بِالصَّلَاحِ أَوْ غَيْرِهِ لِعُمُومِ الْأَحَادِيثِ

“Nash-nash dari imam Asy-Syaafi’iy dan para pengikutnya telah sepakat tentang dibencinya membangun masjid di atas kubur. Sama saja, apakah si mayit masyhur dengan keshalihannya ataupun tidak berdasarkan keumuman hadits-haditsnya” [6]

Ibnu Hazm rahimahullah yang bermadzhab dhohiry berkata :

مَسْأَلَةٌ: وَلاَ يَحِلُّ أَنْ يُبْنَى الْقَبْرُ, وَلاَ أَنْ يُجَصَّصَ, وَلاَ أَنْ يُزَادَ عَلَى تُرَابِهِ شَيْءٌ, وَيُهْدَمُ كُلُّ ذَلِكَ