Ada 5 Hal Ditulis SBY Tentang Cawe-Cawe Presiden Joko Widodo Pada Politik 2024

Lpkpkntb.com – Kata Guru Besar Ilmu Linguistik UGM Prof I Dewa Putu Wijana mengatakan ‘cawe-cawe’ berasal dari bahasa Jawa, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia.

“Cawe-cawe itu adalah kata bahasa Jawa yang maknanya ‘ikut serta dalam menangani sesuatu’,” kata Putu Jumat (2/6/2023).

Mengutip dari Detik.com Dia menjelaskan makna ‘cawe-cawe’ itu netral. Penggunaan kata ini biasa digunakan dalam segala aktivitas.

“Maknanya sebenarnya netral, bisa digunakan untuk pengertian apa saja,” katanya.

Baca Juga:

Dampak Dari Politik Etis: Sebuah Kebijakan Balas Budi dari Belanda

Salah Satunya Sombong, 5 Cara Mengetahui Sifat Seseorang Dari Posisi Duduk, Anda yang Mana?

Advertisements

Dia mencontohkan penggunaan kata cawe-cawe, seperti “aku arep cawe-cawe ngewangi ibu neng dapur (aku mau ikut bantu ibu di dapur. aku cawe-cawe melu macul (aku ikut mencangkul),” katanya.

Dalam konteks saat digunakan Jokowi, Putu tidak menampik penggunaan kata ‘cawe-cawe’ yang tadinya netral bisa saja berubah. terutama dalam dunia politik.

Sementara dalam artikel yang di Tulis Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam artikelnya. Mengartikan apa yang dimaksudkan dengan cawe-cawe juga beragam. Begitulah pemaknaan terhadap satu istilah.

Karena ini berasal dari bahasa Jawa, barangkali saudara-saudara kita yang tidak bersuku Jawa mengalami
kesulitan untuk menangkap apa yang Presiden Jokowi maksudkan dengan cawe-cawe itu. Apa yang ingin saya ungkapkan dalam artikel ini
sepenuhnya pandangan dan pendapat saya.

Yang setuju dengan saya monggo, yang tidak setuju tentu saya
hormati. Itulah indahnya konstitusi kita, UUD 1945, yang menjamin dan memproteksi kebebasan berbicara,kebebasan menyampaikan pikiran dan pendapat. Inilah

salah satu nilai demokrasi yang kita anut. Tentu dengan catatan “freedom of speech” harus berdasar pada fakta dan
kebenaran (bukan fitnah atau hoax), dan bukan sebuah ujaran kebencian (hate speech) yang bisa menimbulkan keonaran bahkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan publik. Kebebasan berbicara juga mesti
disampaikan dengan bahasa dan cara yang patut serta bukan sumpah serapah yang bisa merusak jiwa masyarakat
kita.